Kebijakan pemerintah untuk membuka
perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur pada skala
besar (1,8 juta hektar), telah mengundang polemik yang cukup tajam di tengah
masyarakat.
Pada satu sisi, kelompok yang pro
dengan kebijakan ini berargumen bahwa pembukaan lahan kelapa sawit ini selain bermanfaat untuk mempertahankan wilayah NKRI,
pemanfaatan kawasan perbatasan menjadi perkebunan juga dimaksudkan untuk
mengurangi TKI illegal yang datang ke Malaysia. Selain itu, perkebunan kelapa
sawit di kawasan perbatasan Kalimantan tidak akan mengganggu ekosistem setempat
karena yang dimanfaatkan merupakan lahan terlantar sebagai prioritas utama.
Langkah ini juga dimaksudkan untuk memperkecil kesenjangan ekonomi antar warga
Indonesia dan Malaysia di wilayah perbatasan serta membantu percepatan
pembangunan wilayah baru di perbatasan. Kemudian menanggapi pendapat mengenai
kemungkinan terjadinya krisis air di daerah perbatasan karena banyak diserap
oleh kelapa sawit, hal inipun dibantah dengan alasan telah dilakukan sesuai
standar kelayakan ekologi. Dan akhirnya, kebijakan pembukaan lahan kelapa sawit
diyakini dapat menambah devisa bagi negara dari sektor perkebunan sekaligus mencegah
pencurian kayu dari negara asing karena berkembangnya jaringan infrastruktur di
kawasan tersebut. Termasuk dalam kelompok yang setuju ini antara lain Menteri
Pertanian, Menteri Negara BUMN, Pemprov Kaltim, Pemerintah Kabupaten yang
terkena kebijakan ini, dan beberapa pengamat independen. Pangdam VI/Tpr
termasuk yang mendukung penuh pembukaan kelapa sawit di perbatasan dengan empat
alasan, yaitu: mensejahterakan masyarakat, mempermudah pengawasan terhadap
pelintas batas, berfungsi sebagai garis batas sehingga menghindari terjadinya
pergeseran batas-batas wilayah, serta mempermudah penjagaan keamanan perbatasan
(Tribun Kaltim, 10/03/06).
Disisi lain, kelompok yang kontra mendasarkan
diri pada kekhawatiran kawasan perbatasan justru menjadi terlantar dan tidak
menutup kemungkinan dicaplok oleh negara tetangga (anggota DPR-RI). Selain itu,
hasil penelitian Balitbangda Propinsi Kaltim (2005) menunjukkan bahwa di
Kabupaten Nunukan dinilai tidak cocok untuk dikembangkan sawit baik dari aspek
lingkungan maupun bisnis, karena terkait topografi tanah yang terjal, sehingga
memerlukan biaya tinggi. Penolakan lain datang dari kalangan aktivis lingkungan
dan mahasiswa. World WildLife Fund for Nature (Koran Tempo, 16/12/05)
menyatakan bahwa rencana tersebut tidak cocok karena bertabrakan dengan banyak
taman nasional dan hutan lindung, seperti Taman Nasional Kayan Mentarang,
Batang Ai dan Betung Kerihun. Dan berdasarkan kesepakatan Roundtable
Sustainable Plan, Pemerintah tidak boleh mengkonversi hutan alam dan hutan
bernilai konservasi tinggi untuk perkebunan kelapa sawit. Selain itu,
pengembangan perkebunan ini juga memiliki potensi konflik sosial antara
penduduk asli (Dayak) dengan pekerja yang datang dari daerah lain. Sementara
kelompok Greenomics (Tempo, 16/12/06) berpendapat bahwa kalau dilakukan
alih fungsi hutan di perbatasan, nilai kayu yang akan hilang sekitar Rp 237,8
triliun dan nilai kerusakan lingkungan mencapai Rp 59 triliun per tahun.
Ditambahkan oleh Walhi, pembukaan lahan dan perubahan peruntukan menjadi
perkebunan kelapa sawit pada kawasan hulu akan menyebabkan pendangkalan pada
sungai-sungai yang ada. Ini akan menimbulkan inefisiensi pada anggaran
pembangunan daerah setempat. Banjir akan menjadi ritual baru di Kalimantan,
disamping kebakaran hutan. Beberapa aksi demonstrasi yang digelar mahasiswa
juga mencurigai adanya motif terselubung dibalik kebijakan ini, yakni nafsu
mengincar “emas hijau” atau melakukan pembalakan. Bahkan sebanyak 16 orang anggota
DPD-RI dari Kalimantan secara resmi telah mengirim surat penolakan kepada
Presiden.
Terlepas dari adanya kontroversi yang berkembang, rencana
kebijakan pemerintah Pusat ini nampaknya tidak terkomunikasikan secara efektif
dengan berbagai pihak terkait, sehingga menimbulkan perbedaan penafsiran yang
cukup tajam serta mengandung potensi terjadinya kegagalan dalam tahapan
implementasi.
Dalam perspektif kebijakan publik, harus diakui bahwa
saat ini banyak sekali konsep kebijakan yang tidak didukung oleh komunikasi
kebijakan yang baik. Akibatnya, terjadilah implementation gap, yakni suatu
keadaan dimana dalam proses kebijakan selalu terbuka kemungkinan terjadinya
perbedaan antara yang diharapkan dengan yang senyatanya dicapai. Besar
kecilnya kesenjangan yang bisa dikatakan sebagai kegagalan itu sendiri ditentukan
oleh implementation capacity dari
organisasi atau pihak yang diberi tugas melaksanakan kebijakan tersebut. Dalam
hal ini, kegagalan kebijakan (policy
failure) secara umum terdiri dari dua kategori, yaitu tidak dapat terimplementasikan
(non implemented); dan tidak terimplementasi
dengan sempurna (unsuccesful
implementation).
Setiap kebijakan selalu
mengandung resiko kegagalan, termasuk
kebijakan pembukaan lahan kelapa sawit skala besar di Kalimantan. Dalam hal
ini, untuk dapat mengimplementasikan kebijakan negara secara sempurna (perfect implementation), diperlukan
syarat-syarat sebagai
berikut:
1.
Kebijakan yang akan diberlakukan didasari oleh suatu kebutuhan dan hubungan
kausalitas yang jelas. Artinya, suatu kebijakan harus mampu secara relatif mengatasi
permasalahan aktual yang sedang dihadapi.
2. Adanya pemahaman
yang mendalam terhadap tujuan dan kesepakatan antar aktor kebijakan. Ini berarti bahwa suatu
kebijakan harus mampu memberikan manfaat nyata secara positif dan konstruktif bagi semua pihak secara
merata.
3. Adanya komunikasi
dan koordinasi yang sempurna sejak tahap formulasi hingga implementasi kebijakan.
4. Dilengkapi dengan instrumen
untuk memprediksi dampak-dampak negatif yang mungkin timbul beserta alternatif
pemecahannya. Dengan kata lain, suatu kebijakan perlu diidahului oleh suatu kajian
akademis yang cukup komprehensif.
5. Harus memiliki
daya akseptabilitas dan aplikasi yang tinggi, serta memiliki konsistensi dengan
kebijakan terkait dan mampu menghindarkan kemungkinan terjadinya diskriminasi
dalam implementasi.
Kembali kepada kasus kebijakan
pengembangan kelapa sawit, kontroversi yang hingga saat ini belum menemukan
titik temu menggambarkan bahwa kebijakan tadi tidak memenuhi ke-5 kriteria untuk
sebuah kebijakan yang baik. Untuk itu, yang perlu dilakukan adalah bukan
menarik/membatalkan kebijakan yang ada, atau sebaliknya memaksakan kepada
pihak-pihak yang tidak mendukung; tetapi bagaimana melakukan dialog kreatif
atau komunikasi sejajar secara terbuka yang bermuara pada tercapainya pemahaman
dan saling pengertian diantara berbagai pihak. Kondisi inilah yang diyakini
merupakan prakondisi untuk berjalannya sebuah kebijakan secara produktif dan
berkesinambungan.
Dalam konteks mendorong lahirnya kebijakan
pengembangan kelapa sawit yang sinergis, maka beberapa prakondisi perlu
disiapkan secara matang. Salah satu hal yang sangat strategis adalah adanya
kejelasan dan ketegasan konsep tata ruang wilayah, sehingga pengembangan kelapa
sawit benar-benar sesuai dengan peruntukan yang disusun berdasarkan
karakteristik wilayah tanpa mengorbankan kepentingan lingkungan. Untuk itu,
aspek AMDAL dalam pembukaan kelapa sawit skala besar juga harus diperhatikan
dengan serius.
Sementara itu dilihat dari aspek ekonomis,
harus diakui bahwa kebijakan pengembangan kelapa sawit ini akan memiliki
prospek yang sangat besar, bukan hanya ekspor prospek peningkatan produk CPO (crude palm oil) dan pemasukan devisa
negara, namun juga untuk mengakselerasi kesejahteraan masyarakat melalui
pembukaan lapangan kerja, penciptaan industri hilir, serta dampak-dampak ikutan
yang muncul dari kebijakan ini. Meskipun demikian, prospek bisnis yang besar bukan
sesuatu yang bersifat otomatis, namun harus ditunjang oleh upaya yang
sistematis, misalnya adanya pengkajian mengenai peluang pasar internasional,
penerapan standarisasi mutu dan sistem keamanan produk kelapa sawit, sertifikasi
dan proses pengujiannya, dan sebagainya.
Atas dasar pemikiran diatas, perlu
diciptakan lingkungan yang kondusif dalam proses
persiapan peluncuran kebijakan pengembangan sektor perkebunan di Kalimantan
pada umumnya dan Kalimantan Timur pada khususnya. Adapun
beberapa sasaran yang perlu teridentifikasi atau terpetakan secara lebih gamblang
dalam konteks pengembangan kebijakan kelapa sawit skala besar meliputi hal-hal
sebagai berikut:
·
Identifikasi rinci terhadap manfaat dan kerugian dari pengembangan /
pembukaan lahan kelapa sawit skala besar. Termasuk dalam hal ini adalah
identifikasi rinci tentang integrasi kebijakan sektor perkebunan, kehutanan,
dan pertanian menuju pembangunan berkelanjutan di wilayah Kalimantan
·
Identifikasi rinci tentang kendala atau hambatan yang mungkin timbul
dari pemberlakuan kebijakan tersebut, serta beberapa alternatif solusi yang
dapat ditawarkan.
·
Komunikasi interaktif dan positif antar aktor / pihak serta meningkatnya
saling pengertian (mutual understanding) dalam menyikapi kebijakan yang
ada.
·
Adanya konsep pembangunan sektor perkebunan, pertanian, dan kehutanan
yang terintegrasi dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development), baik secara ekologis maupun ekonomis. Termasuk didalamnya
adalah konsep pengembangan kelapa sawit dalam perspektif lingkungan,
kesejahteraan masyarakat, serta pertumbuhan ekonomi daerah.
·
Adanya sosialisasi prospek bisnis (kelayakan pasar) kelapa sawit baik
domestik maupun internasional dalam rangka memperkuat perekonomian bangsa.
·
Adanya sosialisasi upaya penerapan standarisasi mutu kelapa sawit (ISO
22000) guna meningkatkan produktivitas serta jaminan kualitas produk kelapa
sawit.
1 komentar:
KISAH NYATA..............
Ass.Saya PAK.ANDRI YUNITA.Dari Kota Surabaya Ingin Berbagi Cerita
dulunya saya pengusaha sukses harta banyak dan kedudukan tinggi tapi semenjak
saya ditipu oleh teman hampir semua aset saya habis,
saya sempat putus asa hampir bunuh diri,tapi saya buka
internet dan menemukan nomor Ki Dimas,saya beranikan diri untuk menghubungi beliau,saya dikasi solusi,
awalnya saya ragu dan tidak percaya,tapi saya coba ikut ritual dari Ki Dimas alhamdulillah sekarang saya dapat modal dan mulai merintis kembali usaha saya,
sekarang saya bisa bayar hutang2 saya di bank Mandiri dan BNI,terimah kasih Ki,mau seperti saya silahkan hub Ki
Dimas Taat Pribadi di nmr 081340887779 Kiyai Dimas Taat Peribadi,ini nyata demi Allah kalau saya bohong,indahnya berbagi,assalamu alaikum.
KEMARIN SAYA TEMUKAN TULISAN DIBAWAH INI SYA COBA HUBUNGI TERNYATA BETUL,
BELIAU SUDAH MEMBUKTIKAN KESAYA !!!
((((((((((((DANA GHAIB)))))))))))))))))
Pesugihan Instant 10 MILYAR
Mulai bulan ini (juli 2015) Kami dari padepokan mengadakan program pesugihan Instant tanpa tumbal, serta tanpa resiko. Program ini kami khususkan bagi para pasien yang membutuhan modal usaha yang cukup besar, Hutang yang menumpuk (diatas 1 Milyar), Adapun ketentuan mengikuti program ini adalah sebagai berikut :
Mempunyai Hutang diatas 1 Milyar
Ingin membuka usaha dengan Modal diatas 1 Milyar
dll
Syarat :
Usia Minimal 21 Tahun
Berani Ritual (apabila tidak berani, maka bisa diwakilkan kami dan tim)
Belum pernah melakukan perjanjian pesugihan ditempat lain
Suci lahir dan batin (wanita tidak boleh mengikuti program ini pada saat datang bulan)
Harus memiliki Kamar Kosong di rumah anda
Proses :
Proses ritual selama 2 hari 2 malam di dalam gua
Harus siap mental lahir dan batin
Sanggup Puasa 2 hari 2 malam ( ngebleng)
Pada malam hari tidak boleh tidur
Biaya ritual Sebesar 10 Juta dengan rincian sebagai berikut :
Pengganti tumbal Kambing kendit : 5jt
Ayam cemani : 2jt
Minyak Songolangit : 2jt
bunga, candu, kemenyan, nasi tumpeng, kain kafan dll Sebesar : 1jt
Prosedur Daftar Ritual ini :
Kirim Foto anda
Kirim Data sesuai KTP
Format : Nama, Alamat, Umur, Nama ibu Kandung, Weton (Hari Lahir), PESUGIHAN 10 MILYAR
Kirim ke nomor ini : 081340887779
SMS Anda akan Kami balas secepatnya
Maaf Program ini TERBATAS hanya 5 orang.
DANA GAIP KIYAI DIMAS KANJENG TAAT PERIBADI
Posting Komentar