Kamis, 30 Desember 2010

Implementasi Desentralisasi & Prospek Pembangunan di Kalimantan Timur


Dalam iklim otonomi luas dewasa ini, Kalimantan Timur merupakan salah satu daerah yang layak mendapat perhatian khusus. Hal ini didasari oleh beberapa alasan dan kondisi obyektif sebagai berikut. Pertama, provinsi ini merupakan salah satu kontributor terbesar terhadap pendapatan negara, khususnya dari sektor migas, tambang serta potensi hutan dan hasil kayu. Konsekuensi logis dari fakta ini adalah bahwa Kalimantan Timur merupakan salah satu daerah dengan tingkat pendapatan daerah (APBD) terbesar di Indonesia. Dalam hal ini, kinerja anggaran Kalimantan Timur dapat dikatakan cukup tinggi. Namun ironisnya, pada indikator makro pembangunan seperti angka kemiskinan, ketersediaan infrastruktur fisik, indeks pembangunan manusia (IPM), dan sebagainya, Kalimantan Timur belum mampu menunjukkan prestasi optimal. Dengan kata lain, kinerja anggaran belum berkorelasi secara positif terhadap kinerja pembangunan.

Kedua, secara geografis Kalimantan Timur adalah provinsi terluas di Indonesia setelah terjadinya pemekaran wilayah Papua. Dengan luasnya wilayah ini, maka kompleksitas pembangunan dengan sendirinya jauh lebih rumit dibanding daerah yang memiliki wilayah relatif kecil. Salah satu kerumitan yang dihadapi oleh Kalimantan Timur saat ini adalah pengembangan kawasan di wilayah utara Kalimantan. Wilayah ini memiliki kerawanan secara politis ideologis, sosio ekonomi, serta administratif. Secara politis ideologis, issu demarkasi batas-batas kedaulatan dan kemungkinan penyerobotan wilayah oleh negara lain menjadi titik kritis yang perlu mendapat perhatian penuh baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Secara sosio ekonomis, wilayah perbatasan juga sangat rawan dengan peristiwa pembalakan liar (illegal logging), perdagangan ilegal (illegal trading), eksploitasi anak dan perempuan (human trafficking), penyelundupan (smuggling), dan sebagainya. Adapun secara administratif, wilayah yang jauh dari jangkauan aparat pemerintah ini cenderung mendapatkan pelayanan publik yang kurang berkualitas, meliputi pelayanan pada bidang pendidikan dan kesehatan, insfrastruktur dan fasilitas umum, pemenuhan bahan-bahan pokok sehari-hari, serta jasa layanan publik lainnya.

Ditengah kekuatan dan kelemahan obyektif yang dihadapi jajaran Pemprov Kalimantan Timur, pemberlakuan kebijakan desentralisasi luas diharapkan dapat menjadi metode atau strategi yang efektif untuk mengakselerasi program-program pembangunan dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan antar kawasan sekaligus mempercepat pencapaian visi mewujudkan kesejahteraan masyarakat Kalimantan Timur. Meskipun demikian, harus diakui pula bahwa implementasi kebijakan otonomi daerah tidak serta merta menghasilkan efek positif berupa peningkatan kualitas pembangunan secara signiifikan. Dalam beberapa hal, justru otonomi daerah sering menimbulkan dampak psikologis yang kurang menguntungkan, seperti munculnya egoisme kedaerahan atau egoisme kelembagaan, merebaknya kasus-kasus KKN yang terjadi karena kurang tertibnya administrasi keuangan dan kurang profesionalnya aparat, gejala rivalitas antar tokoh publik atau tokoh politik serta menguatnya fenomena “feodalisme baru”, dan sebagainya.

Mengingat adanya berbagai kemungkinan kegagalan dalam implementasi otonomi daerah, maka kebijakan ini perlu dikawal secara cermat dan berkelanjutan. Dalam hal ini, metode pengawalan terhadap implementasi otonomi daerah dapat dilakukan melalui program evaluasi dan monitoring, penajaman prioritas pembangunan, penguatan sinergi antar aktor dan antar sektor dalam proses pembangunan di daerah, penguatan fungsi lembaga representasi daerah di tingkat Pusat, serta metode / teknik pengawalan prospektif lainnya. Dengan pengawalan yang lintas disiplin, lintas jenjang, lintas pendekatan dan lintas pelaku tadi, maka dapat diharapkan bahwa otonomi daerah akan lebih mampu mencapai tujuan filosofisnya.

Dalam rangka menggali, mengangkat, dan mengaktualisasikan kembali issu dasar kebijakan desentralisasi dalam kaitannya dengan akselerasi pembangunan daerah, khususnya di wilayah Kalimantan Timur, maka perlu upaya serius untuk memetakan dimensi-dimensi strategis sebagai berikut:

·         Identifikasi kemajuan, hambatan, serta rencana dan prioritas kebijakan Daerah (cq. Pemprov Kalimantan Timur) dalam mengoptimalkan sumber daya dan program pembangunan.
·         Identifikasi rencana dan arah kebijakan Pemerintah Pusat tentang percepatan pembangunan di Kalimantan Timur melalui revitalisasi fungsi dan peran DPD-RI.
·         Identifikasi dampak penerapan otonomi daerah di wilayah Kalimantan Timur dalam dimensi-dimensi pelayanan publik, ekonomi kerakyatan, serta penguatan kapasitas politik lokal.
·         Pemetaan konstalasi politik dan pemerintahan di Kalimantan Timur, interaksi antar kekuatan politik, serta strategi membangun sinergi antar kekuatan politik dan pemerintahan.

Samarinda, 26 Desember 2005

Tidak ada komentar: