Dalam iklim
otonomi luas dewasa ini, Kalimantan Timur merupakan salah satu daerah yang
layak mendapat perhatian khusus. Hal ini didasari oleh beberapa alasan dan
kondisi obyektif sebagai berikut. Pertama, provinsi ini merupakan salah
satu kontributor terbesar terhadap pendapatan negara, khususnya dari sektor
migas, tambang serta potensi hutan dan hasil kayu. Konsekuensi logis dari fakta
ini adalah bahwa Kalimantan Timur merupakan salah satu daerah dengan tingkat
pendapatan daerah (APBD) terbesar di Indonesia. Dalam hal ini, kinerja anggaran
Kalimantan Timur dapat dikatakan cukup tinggi. Namun ironisnya, pada indikator
makro pembangunan seperti angka kemiskinan, ketersediaan infrastruktur fisik,
indeks pembangunan manusia (IPM), dan sebagainya, Kalimantan Timur belum mampu
menunjukkan prestasi optimal. Dengan kata lain, kinerja anggaran belum
berkorelasi secara positif terhadap kinerja pembangunan.
Kedua, secara geografis Kalimantan Timur adalah provinsi terluas di Indonesia
setelah terjadinya pemekaran wilayah Papua. Dengan luasnya wilayah ini, maka
kompleksitas pembangunan dengan sendirinya jauh lebih rumit dibanding daerah
yang memiliki wilayah relatif kecil. Salah satu kerumitan yang dihadapi oleh
Kalimantan Timur saat ini adalah pengembangan kawasan di wilayah utara
Kalimantan. Wilayah ini memiliki kerawanan secara politis ideologis, sosio
ekonomi, serta administratif. Secara politis ideologis, issu demarkasi
batas-batas kedaulatan dan kemungkinan penyerobotan wilayah oleh negara lain
menjadi titik kritis yang perlu mendapat perhatian penuh baik dari pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah. Secara sosio ekonomis, wilayah perbatasan juga
sangat rawan dengan peristiwa pembalakan liar (illegal logging), perdagangan
ilegal (illegal trading), eksploitasi anak dan perempuan (human
trafficking), penyelundupan (smuggling), dan
sebagainya. Adapun secara administratif, wilayah yang jauh dari jangkauan
aparat pemerintah ini cenderung mendapatkan pelayanan publik yang kurang
berkualitas, meliputi pelayanan pada bidang pendidikan dan kesehatan,
insfrastruktur dan fasilitas umum, pemenuhan bahan-bahan pokok sehari-hari,
serta jasa layanan publik lainnya.
Ditengah
kekuatan dan kelemahan obyektif yang dihadapi jajaran Pemprov Kalimantan Timur,
pemberlakuan kebijakan desentralisasi luas diharapkan dapat menjadi metode atau
strategi yang efektif untuk mengakselerasi program-program pembangunan dalam
rangka meningkatkan pemerataan pembangunan antar kawasan sekaligus mempercepat
pencapaian visi mewujudkan kesejahteraan masyarakat Kalimantan Timur. Meskipun
demikian, harus diakui pula bahwa implementasi kebijakan otonomi daerah tidak
serta merta menghasilkan efek positif berupa peningkatan kualitas pembangunan
secara signiifikan. Dalam beberapa hal, justru otonomi daerah sering
menimbulkan dampak psikologis yang kurang menguntungkan, seperti munculnya
egoisme kedaerahan atau egoisme kelembagaan, merebaknya kasus-kasus KKN yang
terjadi karena kurang tertibnya administrasi keuangan dan kurang profesionalnya
aparat, gejala rivalitas antar tokoh publik atau tokoh politik serta menguatnya
fenomena “feodalisme baru”, dan sebagainya.
Mengingat adanya
berbagai kemungkinan kegagalan dalam implementasi otonomi daerah, maka
kebijakan ini perlu dikawal secara cermat dan berkelanjutan. Dalam hal ini,
metode pengawalan terhadap implementasi otonomi daerah dapat dilakukan melalui
program evaluasi dan monitoring, penajaman prioritas pembangunan, penguatan
sinergi antar aktor dan antar sektor dalam proses pembangunan di daerah,
penguatan fungsi lembaga representasi daerah di tingkat Pusat, serta metode /
teknik pengawalan prospektif lainnya. Dengan pengawalan yang lintas disiplin,
lintas jenjang, lintas pendekatan dan lintas pelaku tadi, maka dapat diharapkan
bahwa otonomi daerah akan lebih mampu mencapai tujuan filosofisnya.
Dalam rangka menggali,
mengangkat, dan mengaktualisasikan kembali issu dasar kebijakan desentralisasi
dalam kaitannya dengan akselerasi pembangunan daerah, khususnya di wilayah
Kalimantan Timur, maka perlu upaya serius untuk memetakan dimensi-dimensi
strategis sebagai berikut:
·
Identifikasi kemajuan, hambatan, serta rencana dan
prioritas kebijakan Daerah (cq. Pemprov Kalimantan Timur) dalam mengoptimalkan
sumber daya dan program pembangunan.
·
Identifikasi rencana dan arah kebijakan Pemerintah
Pusat tentang percepatan pembangunan di Kalimantan Timur melalui revitalisasi
fungsi dan peran DPD-RI.
·
Identifikasi dampak penerapan otonomi daerah di
wilayah Kalimantan Timur dalam dimensi-dimensi pelayanan publik, ekonomi
kerakyatan, serta penguatan kapasitas politik lokal.
·
Pemetaan konstalasi politik dan pemerintahan di
Kalimantan Timur, interaksi antar kekuatan politik, serta strategi membangun
sinergi antar kekuatan politik dan pemerintahan.
Samarinda, 26 Desember 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar