Pengertian Ekonomi dan Ekologi
Ekonomi pada hakekatnya dapat diartikan
sebagai ilmu yang mempelajari atau mencari metode produksi dan sistem
organisasi yang paling efisien untuk distribusi barang atau aktivitas
koordinasi, distribusi dan pertukaran. Ilmu ekonomi ini memiliki tujuan
tercapainya kesejahteraan manusia (Garna, 1996: 31). Ilmu ekonomi berkembang di
dunia Barat dibawah pengaruh aliran klasik Inggris, yang mengkaji variabel
ekonomi seperti hubungan harga dengan penawaran, aliran uang, dan nisbah
(kadar) masukan - keluaran (Garna,1996: 46).
Dalam kaitannya dengan teori pembangunan,
konsep pertumbuhan ekonomi (economic
growth) dianggap identik dengan konsep pembangunan. Itulah sebabnya,
perkembangan teori pembangunan modern tidak dapat dilepaskan dari perkembangan
disiplin ilmu ekonomi. Namun pada suatu titik kritis, muncullah “anomali
pembangunan” dimana berkembanganya pertumbuhan ekonomi tidak identik dengan
berkembangnya pembangunan.
“Anomali pembangunan” ini ternyata banyak
terjadi di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia), oleh karena struktur
perekonomiannya bersifat eksploitatif, dalam arti laju pertumbuhan ekonomi yang
dikejar semaksimal mungkin tanpa mempedulikan kelestarian lingkungan alam
maupun lingkungan sosial. Dengan kata lain, meskipun derajat kesejahteraan
ekonomi sebagai bangsa meningkat, namun jika Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) bagi setiap rencana kegiatan yang diperkirakan mempunyai
dampak penting terhadap lingkungan, sampai kepada tindakan perdata dan pidana
bagi mereka yang melakukan pengrusakan terhadap lingkungan baik disengaja
maupun tidak disengaja.
Pentingnya lingkungan yang baru disadari
setelah banyaknya kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan, karena
diabaikannya konsep ekologi dalam pembangunan. Padahal pembangunan akan sangat
menguntungkan apabila mendapat dukungan dari lingkungannya. Segala sumber daya
alam yang dimanfaatkan secara optimal tanpa mengeksploitasinya, akan membuat
pembangunan terlanjutkan (lumintu),
sehingga kebutuhan pada saat ini akan terpenuhi tanpa mengurangi kemampuan alam
untuk memenuhi kebutuhan generasi yang akan datang.
Strategi Negara Berkembang (c.q. Indonesia) Dalam
Menghadapi Masalah Kelumintuan Pembangunan.
Pada uraian diatas telah disinggung
mengenai political will pemerintah
untuk menerapkan konsep ekologi pembangunan. Meskipun demikian, dapat kita
amati bahwa penerapan konsep ekologi pembangunan tidak hanya didorong oleh niat
atau kebijakan intern suatu negara, melainkan juga sering mendapat pengaruh
dari negara lainnya.
Sebagai contoh, dengan adanya tekanan
internasional dalam bidang perdagangan terhadap produk-produk yang berlabel
lingkungan (ecolabelling), standar
internasional tentang manajemen lingkungan (ISO 14000), serta meningkatnya
kesadaran konsumen terhadap barang-barang yang ramah lingkungan, maka hal ini
juga mendorong pemerintah untuk melakukan pembangunan berwawasan lingkungan.
Adapun strategi yang ditempuh dalam rangka
mencapai keseimbangan antara kepentingan ekonomi sekaligus kepentingan
ekologis, di antara negara berkembang tentu akan berbeda tergantung keterkaitan
kepentingannya dengan masing-masing sektor pembangunan, dan juga berkaitan
dengan dimensi waktu. Untuk membuat suatu strategi, biasanya berangkat dari
suatu kerangka teoritis tertentu, sehingga dengan demikian terdapat hubungan
antara strategi dengan teori (Kristiadi, 1997).
Teori sendiri dapat diartikan sebagai
ungkapan hubungan kausal yang logis diantara berbagai gejala atau diantara
perubahan (variabel) dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai
kerangka berpikir dalam memahami serta menanggapi permasalahan yang timbul dalam
bidang tersebut. Apabila keseluruhan faktor serta variabel didalamnya telah
diketahui secara pasti, maka kemudian dpaat diperhitungkan langkah-langkah atau
kebijaksanaan yang perlu dilakukan untuk mengatasinya, baik secara teknis
maupun institusional. Keseluruhan langkah (kebijaksanaan) dengan perhitungan
yang pasti guna mencapai suatu tujuan atau untuk mengatasi suatu persoalan,
inilah yang disebut sebagai strategi (Kristiadi, 1997).
Strategi pembangunan di negara-negara
berkembang saat ini pada umumnya ditekankan pada pembangunan ekonomi dengan
tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dalam rangka meningkatkan
pertumbuhan ekonomi inilah, pembangunan yang dilakukan telah memanfaatkan
sumber-sumber daya alam secara tidak terkendali. Sumber-sumber daya alam
dikeruk habis-habisan, pembangunan dilakukan tanpa memperhatikan keseimbangan
lingkungan, sehingga daya dukung lingkungan berkurang, dalam arti bahwa
kemampuan lingkungan untuk mendukung pembangunan berkurang, serta lingkungan
sudah sulit untuk menetralisir kerusakan/pencemaran yang diakibatkan
pembangunan.
Persoalan lingkungan hidup yang demikian
kompleks, secara berantai menimbulkan pula permasalahan yang erat kaitannya
dengan lingkungan, seperti penyalahgunaan fungsi tanah, kesimpangsiuran kebijakan
tata guna lahan dan tata ruang, dan sebagainya. Padahal disadari sebagai faktor
produksi utama, manusia sangat sensitif, dan sangat potensial untuk menimbulkan
kerawanan sosial. Beberapa hal yang sering menjadi sumber keresahan misalnya
masalah distribusi pemilikan dan penguasaan tanah, konversi tanah pertanian
menjadi non pertanian (hunian atau industri), penetapan harga tanah yang jauh
dari kewajaran, dan sebagainya. Kompleksitas permasalahan pembangunan
lingkungan dan segala dampak yang menyertainya, jelas tidak bisa dilepaskan
dari konsep, model atau sistem perencanaan pembangunan yang kita anut selama
ini. Pembangunan yang tidak memperoleh sambutan dan antusiasme masyarakat,
menunjukkan bahwa dalam perencanaannya kurang memperhatikan aspek tepat guna,
tepat ruang dan tepat sasaran.
Dengan demikian, permasalahan utamanya
adalah kontradiksi issu yang menyangkut masalah lingkungan dihadapkan pada
tuntutan pembangunan yang semakin banyak membutuhkan lahan/ruang. Karena alasan
ekonomis, pembangunan akhirnya dilaksanakan demi pembangunan itu sendiri dan
bukan demi kesejahteraan masyarakat secara luas dan merata. Padahal,
pembangunan lingkungan secara intensif terkait dengan aspek-aspek lain seperti
kesehatan, hak asasi dan partisipasi. Disamping itu, konsep, model dan sistem
perencanaan pembangunan belum trasparan, serta kurang terintegrasikan dengan
perencanaan tata ruang dan tata guna lahan untuk masa yang akan datang. Disinilah
perlunya koordinasi lintas sektoral dan multi disipliner yang mampu memformulasikan
kebijakan bidang lingkungan yang komprehensif, berkelanjutan dan memperhatikan
keseimbangan habitat dan pemanfaatannya.
Selanjutnya secara lebih rinci dapat diidentifikasikan
berbagai permasalahan lingkungan dalam hubungannya dengan kelangsungan hidup masyarakat,
sebagai berikut:
Pola pembangunan berkelanjutan yang
merupakan sinergi antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan lingkungan belum
memperoleh dukungan dari seluruh organisasi kemasyarakatan termasuk dunia
usaha, karena masih kurangnya perangkat kebijaksanaan dan pelaksanaan yang
tepat, seperti penetapan mutu baku lingkungan, peraturan pemerintah yang mantap
dan ditegakkan secara konsisten, serta pola tingkah laku sosial.
Di bidang hukum, belum seluruh UU yang
mendukung pembangunan berkelanjutan diikuti dengan peraturan pelaksanaannya
seperti yang terjadi pada UU Lingkungan Hidup dan UU Penataan Ruang; atau jika
peraturan sudah ada belum dapat diterapkan secara konsekuen dan konsisten
termasuk lembaga yudikatif yang belum mampu bertindak terhadap kelompok
industri atau pihak tertentu yang melakukan perusakan lingkungan.
Masih seringnya timbul konflik atau
perbedaan kepentingan antar sektoral, bahkan antar pribadi dengan sektor; serta
belum seimbangnya pola perencanaan partisipatif yang memadukan perencanaan
bottom up dan top down. Disamping itu, belum mantapnya iklim kebebasan dalam
lingkungan sosial yang baik, telah menimbulkan ketidakpedulian masyarakat
terhadap lingkungan, termasuk adanya kecenderungan ketakutan (kesenjangan
komunikasi) dari sekelompok masyarakat untuk melaporkan keadaan sebenarnya,
atau jika ada tidak berlanjut (misalnya pengaduan yang terhenti pada pihak
legislatif).
Alih pemilikan dan alih fungsi lahan /
tanah yang kurang tertib. Sebagai contoh, di Jawa Barat telah terjadi alih
pemilikan dan alih fungsi lahan / tanah secara besar-besaran, melebihi
propinsi-propinsi lain di Indonesia, yang berakibat terjadinya perubahan tata
air yang merugikan lingkungan hidup dan merusak fungsi lindunng suatu kawasan. Hal
ini masih diperparah dengan terjadinya perebutan penggunaan air antara
kepentingan pertanian, industri dan keperluan rumah tangga, sebagai akibat
perkembangan pemukiman, kota baru dan zona serta kawasan industri.
Tingkat pencemaran yang cukup tinggi oleh
limbah rumah tangga masih tinggi, yang disebabkan karena ketidakmampuan
masyarakat untuk membuat sanitasi. Begitu juga, pencemaran industri telah
menunjukkan kecenderungan yang membahayalkan kesehatan dan higiene produk yang
mengandalkan alam. Pencemaran ini disebabkan kurangnya kesadaran, kurang
dikuasainya teknologi pengolahan limbah, masih belum optimalnya produk hukum
sebagai pilar pengaman, serta belum berfungsinya aparat pengendalian dan
pengawasan lapangan secara optimal.
Semakin banyaknya permintaan akan golongan
C untuk pembangunan dan reklamasi, sehingga telah merubah usaha dan cara
penggalian yang berdaya rusak tinggi. Selain itu, usaha memanfaatkan pantai
terutama untuk pariwisata, telah menyebabkan diperhitungkan dengan biaya
recovery untuk perbaikan lingkungan akibat eksploitasi yang berlebihan, maka
kesejahteraan tadi belum cukup seimbang.
Dari sinilah disadari perlunya pengendalian
pembangunan dari segi ekologis. Ekologi sendiri dapat diartikan sebagai suatu
ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Ilmu ini
berkembang karena disadari atau tidak, tingkat ketergantungan manusia terhadap
lingkungannya sangat tinggi. Berkaitan dengan pembangunan yang dilakukan
manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya, yang mempergunakan sumber daya
alam sebagai bahan bakunya, maka saat ini sudah terdapat ketidakseimbangan
antara manfaat yang diterima oleh manusia dari alam dengan kelestarian alam itu
sendiri. Kemudian berkembanglah yang dinamakan ekologi pembangunan. Ilmu ini
mempelajari hubungan timbal balik antara pembangunan dengan lingkungannya.
Di Indonesia sendiri, political will pemerintah untuk mengaplikasikan konsep ekologi
pembangunan dimulai dengan disahkannya Undang-undang Nomor 4 tahun 1982 tentang
Pokok-pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang ini mencoba menerapkan
konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, dalam arti agar
pembangunan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat pada masa kini tanpa mengurangi
kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Disamping
itu, dalam undang-undang ini dijabarkan lebih lanjut mengenai strategi
pembangunan yang berdasrkan konsep ekologi, yakni diwajibkannya melakukan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar