Senin, 01 November 2010

Administrasi Pembangunan 1: Pengantar


Administrasi pembangunan berkembang karena adanya kebutuhan di negara-negara yang sedang membangun untuk mengembangkan lembaga-lembaga dan pranata-pranata sosial, politik dan ekonominya, agar pembangunan dapat berhasil. Oleh karena itu, pada dasarnya administrasi pembangunan adalah bidang studi yang mempelajari sistem administrasi negara di negara yang sedang membangun serta upaya untuk meningkatkan kemampuannya. Dari sudut praktik, administrasi pembangunan merangkum dua kegiatan besar dalam satu pengertian, yakni administrasi dan pembangunan.

Dalam telaahan administrasi pembangunan dibedakan adanya dua pengertian, yaitu administrasi bagi pembangunan dan pembangunan administrasi. Administrasi bagi pembangunan, dalam konteks ini digunakan pendekatan manajemen. Maka dapat dikatakan bahwa masalah administrasi bagi pembangunan adalah masalah manajemen pembangunan. Sedangkan untuk menerangkan pembangunan administrasi akan digunakan pendekatan organisasi.

Untuk analisis manajemen pembangunan dikenal beberapa fungsi yang cukup nyata (distinct), yakni: perencanaan, pengerahan (mobilisasi) sumber daya, pengarahan (menggerakkan) partisispasi langsung oleh pemerintah, koordinasi, pemantauan dan evaluasi, dan pengawasan. Pendekatan terhadap fungsi-fungsi tersebut dilengkapi dengan peran informasi yang amat penting sebagai instrumen atau perangkat bagi manajemen.

Heady (1995) menunjukkan ada lima ciri administrasi yang indikasinya ditemukan secara umum di bayak negara berkembang. Pertama, pola dasar (basic pattern) administrasi publik bersifat jiplakan (imitative) daripada asli (indigenous). Kedua, birokrasi dinegara berkembang kekurangan (deficient) sumber daya manusia terampil yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan pembangunan. Ketiga, birokrasi lebih berorientasi pada hal-hal lain daripada mengarah pada yang benar-benar menghasilkan (production directed). Keempat, ada kesenjangan yang lebar apa yang dinyatakan atau yang hendak ditampilkan dengan kenyataan (discrepancy between form and reality). Kelima, birokrasi di negara berkembang acap kali bersifat otonom, artinya lepas dari proses politik dan pengawasan masyarakat. Analisis Heady ini dapat ditambahkan dua karakteristik lagi hasil dari pengamatan Wallis (1989). Pertama, di banyak negara berkembang birokrasi sangat lamban dan makin bertambah birokratik. Kedua, unsur-unsur nonbirokratik sangat berpengaruh terhadap birokrasi. Misalnya hubungan keluarga, hubungan-hubungan primordial lain seperti suku dan agama, dan keterkaitan politik (political connections) mempengaruhi birokrasi. Keadaan-keadaan seperti inilah yang mendorong pentingnya pembangunan atau pembaharuan administrasi.

Dalam kerangka pembaharuan administrasi sebagai lanjutan dari pembangunan administrasi, yang pertama perlu menjadi perhatian adalah perubahan sikap birokrasi yang cukup mendasar sifatnya. Didalamnya terkandung berbagai unsur. Pertama, birokrasi harus dapat membangun partisipasi rakyat. Kedua, birokrasi hendaknya tidak cenderung berorientasi kepada yang kuat, tetapi harus lebih kepada yang lemah dan kurang berdaya. Ketiga, peran birokrasi harus bergeser dari mengendalikan menjadi mengarahkan, dan dari memberi menjadi memberdayakan. Keempat, mengembangkan keterbukaan dan kebertanggungjawaban. Pembaharuan memerlukan semangat yang tidak mudah patah. Semangat dan tekad diperlukan untuk mengatasi inersia birokrasi dan tantangan yang datang dari kalangan mereka yang akan dirugikan karena perubahan. Oleh karena itu, pembaharuan harus dilakukan secara sistematis dan terarah, didukung oleh political will yang kuat, konsisten, dan konsekuen. Tidak selalu harus segera menghasilkan perubahan besar, tetapi dapat secara bertahap, namun konsisten.


Tidak ada komentar: