Senin, 01 November 2010

Administrasi Pembangunan 4: Pembangunan Administrasi


Keadaan Administrasi di Negara Berkembang

Tingkat perkembangan administrasi di negara-negara berkembang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat disebut sebagai lingkungan administrsi. Lingkungan administrsi meliputi kondisi negara dan bangsa yang bersangkutan di bidang politik, ekonomi, dan sosial. Di bidang politik, lingkungan administrasi meliputi sistem politik yang dianut, keterkaitan antara administrasi dengan pemegang kedaulatan dan kekuatan-kekuatan politik, partisipasi masyarakat dalam proses politik, derajat keterbukaan dan kebebasan mengeluarkan pendapat dan berserikat, kedudukan dan kekuatan hukum, serta perkembangan budaya dan kelembagaan politik pada umumnya.

Di bidang ekonomi, tercermin dalam sistem ekonomi yang dianut, apakah ekonomi terbuka atau tertutup, ekonomi pasar atau ekonomi yang didominasi oleh pemerintah; tingkat perkembangan ekonomi yang diukur dari tingkat pendapatan atau perkwembangan struktur produksi dan ketenagakerjaan, tingkat pertumbuhan, kemantapan atau stabilitas ekonomi; tingkat kesejahteraan atau pemerataan pendapatan, perkembangan kelembagaan ekonomi; serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Di bidang sosial, banyak indikator yang telah dikembangkan di bidang pendidikan, seperti tingkat melek huruf dan partisipasi pendidikan di berbagai jenjang pendidikan; di bidang kesehatan, seperti usia harapan hidup, tingkat mortalitas ibu yang melahirkan atau bayi yang dilahirkan, derajat gizi masyarakat; kehidupan keagamaan; di bidang kependudukan seperti seperti pertambahan penduduk dan distribusi kepndudukan menurut berbagai ukuran antara lain gender, spasial, usia, dan sebagainya; perkembangan kelembagaan sosial budaya; serta aspek-aspek sosial budaya lain yang luas seperti nilai-nilai budaya tradisinal dan modern, antara lain sikap terhadap (etos) kerja, kedisplinan, dan lain sebagainya.

Menurut Heady (1995), untuk kepentingan kajian mengenai pembangunan administrasi ada baiknya dipelajari gambaran wajah administrasi yang bersifat umum (common) di negara berkembang. Ia menunjukkan ada lima ciri administrasi yang indikasinya diketemukan secara umum di banyak negara berkembang, yaitu:

·         Pola dasar administrasi publik atau administrasi negara bersifat jiplakan (imitative) daripada asli (indigenous). Negara-negara berkembang, baik negara yang pernah dijajah bangsa Barat maupun tidak, cenderung meniru sistem administrasi Barat.
·         Birokrasi di negara berkembang kekurangan sumber daya manusia terampil untuk menyelenggarakan pembangunan. Kekurangan ini bukan dalam arti jumlah tetapi kualitas. Dalam jumlah justru sebaliknya, birokrasi di negara berkembang mengerjakan orang lebih dari yang diperlukan (overstaffed).
·         Birokrasi lebih berorientasi kepada hal-hal lain daripada mengarah kepada yang benar-benar menghasilkan (production directed). Dengan kata lain, birokrat lebih berusaha mewujudkan tujuan pribadinya dibanding pencapaian sasaran-sasaran program.
·         Adanya kesenjangan yang lebar antara apa yang dinyatakan atau yang hendak ditampilkan dengan kenyataan (discrepency between form and reality). Ia menyebutkan fenomena umum ini sebagi formalisme, yaitu gejala yang lebih berpegang kepada wujud-wujud dan ekspresi-ekspresi formal dibanding yang sesungguhnya terjadi.
·         Birokrasi di negara berkembang acap kali bersifat otonom, artinya lepas dari proses politik dan pengawasan masyarakat. Ciri ini merupakan warisan administrasi kolonial yang memerintah secara absolut. Atau sikap feodal dalam zaman kolonial yang terus hidup dan berlanjut setelah merdeka.

Terhadap analisis dari Heady ini dapat ditambahkan dua karakteristik hasil pengamatan Wallis (1989). Pertama di banyak negara berkembang birokrasi sangat dan makin baertambah birokatik. Kedua unsur-unsur nonbirokratik sangat berpengaruh terhadap birokrasi. Misalnya hubungan keluarga dan hubungan -hubungan promordial lain, seperti suku dan agama, dan keterkaitan politik mempengaruhi birokrasi, yang sangat bertentangan dengan asas birikrasi yang baik.


Pembaharuan Administrasi

Keadaan-keadaan seperti tersebut diatas ingin diperbaiki melalui pembangunan administrasi. Riggs (1966) melihat pembaharuan administrasi dari dua sisi, yaitu perubahan struktural dan kinerja (performance). Secara struktural ia menggunakan diferensiasi struktural sebagai salah satu ukuran. Hal ini berdasarkan atas kecenderungan peran-peran yang makin terspesialisasikan (role specialization) dan pembagian pekerjaan (division of labor) yang makin tajam.

Mengenai kinerja, ia menekankan sebagai ukuran bukan hanya kinerja seseorang atau suatu unit, tetapi bagaimana peran dan pengaruhnya kepada kinerja yang lain atau organisasi secara keseluruhan. Ia pula menekankan pentingnya kerjasama dan teamwork, dan membedakan kinerja perorangan (personal performance) dengan kinerja bersama (social performance). Ia juga membedakan antara hasil dengan upaya yang dilakukan. Dalam pembaharuan administrasi, perhatian lebih dicurahkan pada upaya , bukan semata-mata hasil. Dua aspek kinerja yang menjadi ukuran adalah efektifitas dan efisiensi. Efektifitas berkaitan dengan seberapa jauh sasran telah tercapai, dan efisiensi menunjukkan bagaimana mencapainya, yakni dibandingkan dengan usaha, biaya, atau pengorbanan yang harus dikeluarkan.

Wallis (1989) mengartikan pembaharuan administrasi sebagai induced, permanent improvement in administration. Dari batasan ini ada tiga aspek, yakni:

§  perubahan harus merupakan perbaikan dari keadaan sebelumnya,
§  perbaikan diperoleh dengan upaya yang disengaja dan bukan terjadi secara kebetulan atau tanpa usaha,
§  perbaikan yang terjadi bersifat jangka panjang dan tidak sementara, untuk kemudian kembali lagi ke keadaa semula.

Esmann (1995) dalam sebuah analisis mutakhir menunjukkan bahwa upaya memperbaiki kinerja birokrasi di negara berkembang harus meliputi ketanggapan (responsiveness) terhadap pengawasan politik, efisiensi dalam penggunaan sumber daya, dan efektivitas dalam pemberian pelayanan. Untuk itu, upaya perbaikan meliputi peningkatan keterampilan, penguasaan teknologi informasi dan manajemen finansial, pengaturan atau pengelompokkan kembali fungsi-fungsi, sistem insentif, memanusiakan manajemen, dan mendorong partisipasi yang seluas-luasnya dalam pengambilan keputusan, serta cara rekrutmen yang harus lebih bersifat representatif.

Pembaharua Administrasi sebagai lanjutan dari pembangunan administrasi, meliputi strategi-strategi sebagai berikut:

1.    Privatisasi dan Ko-produksi
Privatisasi merupakan pergeseran dari usaha yang dilakukan atau dimiliki oleh pemerintah ke swasta. Sebagai hasilnya, akan berkurang kecenderungan membesarnya peran pemerintah, pengendalian negara (state control) dan anggaran pemerintah. Selain itu juga akan mengurangi beban pemerintah terhadap aspek-aspek manajemen yang terlalu rinci (mikro) dan mengurangi keperluan subsidi.
2.        Debirokratisasi
Debirokratisasi merupakan usaha perampingan dan penyederhanaan birokrasi publik. Ini meliputi upaya penyempurnaan dalam pengambilan keputusan, perampingan organisasi pemerintah, dekonsentrasi kewenangan, peningkatan produktivitas sektor publik, rasionalisasi proses administrasi, penyederhanaan pola perijinan (seperti one stop service), diversifikasi dan desentralisasi sistm pelayanan, dan sebagainya.
3.        Reorganisasi
4.        Perubahan sikap birokrasi
Patologi birokrasi di negara berkembang biasanya memiliki kecenderungan mengutamakan kepentingan sendiri (self-serving), mempertahankan status quo dan resisten terhadap perubahan, terpusat (centralized), dan sering kali menggunakan kewenangannya untuk kepentingannya sendiri. Oleh karena itu, penyempurnaan aparatur negara mutlak perlu dilakukan dengan mengubah sikap birokrasi. Sosok birokrasi yang diinginkan adalah membangun partisipasi masyarakat, berorientasi kepada yang lemah dan kurang berdaya (the under previlege), lebih bersifat mengarakan dan memberdayakan, serta mengembangkan keterbukaan dan kebertanggungjawaban.
5.        Deregulasi dan regulasi.
Deregulasi dimaksudkan untuk menggerakkan kegiatan ekonomi, sedangkan regulasi dimaksaudkan untuk melindungi dan memberi kesempatan bagi pihak yang lemah dan tertinggal untuk tumbuh.


Hambatan Terhadap Pembaharuan

Wallis (1989) menunjukkan berbagai kesulitan dalam upaya pembaharuan administrasi, antara lain disebabkan:

§  Kurangnya kesadaran atau pengetahuan mengenai betapa buruknya kinerja administrasi atau bagaimana perbaikan harus dilakukan,
§  Perubahan yang diperlukan untuk perbaikan mendapat mendapat tantangan dari birokrat yang sudah mapan dan ingin mempertahankan kemapanannnya,
§  Saran, rencana tau program penyempurnaan administrasi acap kali terlalu umum, kabur dan tidak jelas, serta sulit diterapkan secara konkrit,
§  Terkait denga hal itu, mereka yang seharusnya bertanggung jawab atas perubahan tidak terlalu memahami apa yang sedang terjadi atau apa yang harus dilakukan,
§  Kegagalan sebelumnya menyebabkan keputusasaan atau sikap acuh tak acuh, karena menggangap apa pun yang diusahakan tidak akan berhasil.


Catatan Penutup

Perkembangan ilmu administrasi sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang berubah secara cepat. Perubahan internal dan eksternal yang berlangsung didalam dan diluar sistem administrasi ini, akan mempengaruhi aspirasi, tuntutan, kemampuan, dan persepsi masyarakat maupun kualifikasi aparatur pemerintahan.

Dengan adanya perkembangan dan perubahan ini, maka perlu adanya cara dan gaya pemerintahan (the ways of governing) yang dinamis dan tidak statis. Selain itu, administrasi negara akan dituntut untuk secara tepat berperan dalam suasana dimana manusia makin meningkat pendidikannya, makin terspesialisasi kebutuhannya, makin keras tuntutannya pada kualitas dan bukan pada ketersediaan, serta makin menuntut untuk berpartisipasi dalam proses yang menentukan nasibnya, dalam suasana pasar yang makin terbuka dan sistem informasi yang makin canggih dan cepat.

Dalam kaitan ini, bagi bangsa Indonesia ada dua pilihan atau alternatif kebijakan, yakni 1) perbaikan birokrasi berlangsung secara evolutif dan tidak bisa dipaksakan, atau 2) mempercepat proses perbaikan administrasi. Untuk Indonesia, sebaiknya dipilih alternatif kedua dengan alasan-alasan sebagai berikut:

§  Ekonomi Indonesia saat ini ada pada ambang untuk meningkat dari ekonomi berpendapatan rendah menjadi ekonomi berpendapatan menengah.
§  Terjadinya transformasi dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern.
§  Masyarakat Indonesia telah teremansipasi dan terlepas dari perangkap keterbelakangan.
§  Globalisasi akan meningkatkan kadar keterbukaan informasi.
§  Liberalisasi perdagangan dan integrasi pandangan dunia akan membuka peluang baru dan memberikan harapan baru untuk membangun kehidupan yang lebih baik.


Tulisan Seri Administrasi Pembangunan (1 – 4) ini adalah saduran atan ringkasan dari buku karangan Prof. Dr. Ginandjar Kartasasmita, berjudul “Administrasi Pembangunan: Perkembangan Pemikiran dan Praktiknya di Indonesia”, LP3ES, Jakarta, Cetakan Pertama, April 1997.

Tidak ada komentar: