Keadaan Administrasi di Negara Berkembang
Tingkat perkembangan administrasi di negara-negara
berkembang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat disebut sebagai
lingkungan administrsi. Lingkungan administrsi meliputi kondisi negara dan
bangsa yang bersangkutan di bidang politik, ekonomi, dan sosial. Di bidang
politik, lingkungan administrasi
meliputi sistem politik yang dianut, keterkaitan antara administrasi dengan
pemegang kedaulatan dan kekuatan-kekuatan politik, partisipasi masyarakat dalam
proses politik, derajat keterbukaan dan kebebasan mengeluarkan pendapat dan
berserikat, kedudukan dan kekuatan hukum, serta perkembangan budaya dan
kelembagaan politik pada umumnya.
Di bidang ekonomi, tercermin dalam
sistem ekonomi yang dianut, apakah ekonomi terbuka atau tertutup, ekonomi pasar
atau ekonomi yang didominasi oleh pemerintah; tingkat perkembangan ekonomi yang
diukur dari tingkat pendapatan atau perkwembangan struktur produksi dan
ketenagakerjaan, tingkat pertumbuhan, kemantapan atau stabilitas ekonomi;
tingkat kesejahteraan atau pemerataan pendapatan, perkembangan kelembagaan
ekonomi; serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Di bidang sosial, banyak indikator yang
telah dikembangkan di bidang pendidikan, seperti tingkat melek huruf dan
partisipasi pendidikan di berbagai jenjang pendidikan; di bidang kesehatan,
seperti usia harapan hidup, tingkat mortalitas ibu yang melahirkan atau bayi
yang dilahirkan, derajat gizi masyarakat; kehidupan keagamaan; di bidang
kependudukan seperti seperti pertambahan penduduk dan distribusi kepndudukan
menurut berbagai ukuran antara lain gender, spasial, usia, dan sebagainya;
perkembangan kelembagaan sosial budaya; serta aspek-aspek sosial budaya lain
yang luas seperti nilai-nilai budaya tradisinal dan modern, antara lain sikap
terhadap (etos) kerja, kedisplinan, dan lain sebagainya.
Menurut Heady
(1995), untuk kepentingan kajian mengenai pembangunan administrasi ada baiknya
dipelajari gambaran wajah administrasi yang bersifat umum (common) di negara berkembang. Ia menunjukkan ada lima ciri
administrasi yang indikasinya diketemukan secara umum di banyak negara
berkembang, yaitu:
·
Pola
dasar administrasi publik atau administrasi negara bersifat jiplakan (imitative) daripada asli (indigenous). Negara-negara berkembang,
baik negara yang pernah dijajah bangsa Barat maupun tidak, cenderung meniru
sistem administrasi Barat.
·
Birokrasi
di negara berkembang kekurangan sumber daya manusia terampil untuk
menyelenggarakan pembangunan. Kekurangan ini bukan dalam arti jumlah tetapi
kualitas. Dalam jumlah justru sebaliknya, birokrasi di negara berkembang
mengerjakan orang lebih dari yang diperlukan (overstaffed).
·
Birokrasi
lebih berorientasi kepada hal-hal lain daripada mengarah kepada yang
benar-benar menghasilkan (production
directed). Dengan kata lain, birokrat lebih berusaha mewujudkan
tujuan pribadinya dibanding pencapaian sasaran-sasaran program.
·
Adanya
kesenjangan yang lebar antara apa yang dinyatakan atau yang hendak ditampilkan
dengan kenyataan (discrepency between
form and reality). Ia menyebutkan fenomena umum ini sebagi formalisme,
yaitu gejala yang lebih berpegang kepada wujud-wujud dan ekspresi-ekspresi
formal dibanding yang sesungguhnya terjadi.
·
Birokrasi
di negara berkembang acap kali bersifat otonom, artinya lepas dari proses
politik dan pengawasan masyarakat. Ciri ini merupakan warisan administrasi
kolonial yang memerintah secara absolut. Atau sikap feodal dalam zaman kolonial
yang terus hidup dan berlanjut setelah merdeka.
Terhadap analisis dari Heady ini dapat ditambahkan dua
karakteristik hasil pengamatan Wallis
(1989). Pertama di banyak negara berkembang birokrasi sangat dan makin
baertambah birokatik. Kedua unsur-unsur nonbirokratik sangat berpengaruh terhadap
birokrasi. Misalnya hubungan keluarga dan hubungan -hubungan promordial lain,
seperti suku dan agama, dan keterkaitan politik mempengaruhi birokrasi, yang
sangat bertentangan dengan asas birikrasi yang baik.
Pembaharuan Administrasi
Keadaan-keadaan seperti tersebut diatas ingin diperbaiki
melalui pembangunan administrasi. Riggs
(1966) melihat pembaharuan administrasi dari dua sisi, yaitu perubahan struktural dan kinerja (performance). Secara struktural ia menggunakan
diferensiasi struktural sebagai salah satu ukuran. Hal ini berdasarkan atas
kecenderungan peran-peran yang makin terspesialisasikan (role specialization) dan pembagian pekerjaan (division of labor) yang makin tajam.
Mengenai kinerja, ia menekankan sebagai ukuran bukan
hanya kinerja seseorang atau suatu unit, tetapi bagaimana peran dan pengaruhnya
kepada kinerja yang lain atau organisasi secara keseluruhan. Ia pula menekankan
pentingnya kerjasama dan teamwork,
dan membedakan kinerja perorangan (personal
performance) dengan kinerja bersama (social
performance). Ia juga membedakan
antara hasil dengan upaya yang dilakukan. Dalam pembaharuan administrasi,
perhatian lebih dicurahkan pada upaya ,
bukan semata-mata hasil. Dua aspek kinerja yang menjadi ukuran adalah efektifitas dan efisiensi. Efektifitas berkaitan dengan seberapa jauh sasran telah
tercapai, dan efisiensi menunjukkan bagaimana mencapainya, yakni dibandingkan
dengan usaha, biaya, atau pengorbanan yang harus dikeluarkan.
Wallis (1989) mengartikan pembaharuan administrasi sebagai induced, permanent improvement in
administration. Dari
batasan ini ada tiga aspek, yakni:
§ perubahan harus merupakan perbaikan dari keadaan
sebelumnya,
§ perbaikan diperoleh dengan upaya yang disengaja dan bukan
terjadi secara kebetulan atau tanpa usaha,
§ perbaikan yang terjadi bersifat jangka panjang dan tidak
sementara, untuk kemudian kembali lagi ke keadaa semula.
Esmann (1995) dalam sebuah analisis mutakhir menunjukkan bahwa
upaya memperbaiki kinerja birokrasi di negara berkembang harus meliputi
ketanggapan (responsiveness) terhadap
pengawasan politik, efisiensi dalam penggunaan sumber daya, dan efektivitas
dalam pemberian pelayanan. Untuk itu, upaya perbaikan meliputi peningkatan
keterampilan, penguasaan teknologi informasi dan manajemen finansial, pengaturan
atau pengelompokkan kembali fungsi-fungsi, sistem insentif, memanusiakan
manajemen, dan mendorong partisipasi yang seluas-luasnya dalam pengambilan
keputusan, serta cara rekrutmen yang harus lebih bersifat representatif.
Pembaharua Administrasi sebagai lanjutan dari pembangunan
administrasi, meliputi strategi-strategi sebagai berikut:
1. Privatisasi
dan Ko-produksi
Privatisasi merupakan pergeseran dari usaha yang
dilakukan atau dimiliki oleh pemerintah ke swasta. Sebagai hasilnya, akan
berkurang kecenderungan membesarnya peran pemerintah, pengendalian negara (state control) dan anggaran pemerintah.
Selain itu juga akan mengurangi beban pemerintah terhadap aspek-aspek manajemen
yang terlalu rinci (mikro) dan mengurangi keperluan subsidi.
2.
Debirokratisasi
Debirokratisasi
merupakan usaha perampingan dan penyederhanaan birokrasi publik. Ini meliputi
upaya penyempurnaan dalam pengambilan keputusan, perampingan organisasi
pemerintah, dekonsentrasi kewenangan, peningkatan produktivitas sektor publik,
rasionalisasi proses administrasi, penyederhanaan pola perijinan (seperti one stop service), diversifikasi dan
desentralisasi sistm pelayanan, dan sebagainya.
3.
Reorganisasi
4.
Perubahan
sikap birokrasi
Patologi
birokrasi di negara berkembang biasanya memiliki kecenderungan mengutamakan
kepentingan sendiri (self-serving),
mempertahankan status quo dan
resisten terhadap perubahan, terpusat (centralized),
dan sering kali menggunakan kewenangannya untuk kepentingannya sendiri. Oleh
karena itu, penyempurnaan aparatur negara mutlak perlu dilakukan dengan
mengubah sikap birokrasi. Sosok birokrasi yang diinginkan adalah membangun
partisipasi masyarakat, berorientasi kepada yang lemah dan kurang berdaya (the under previlege), lebih bersifat
mengarakan dan memberdayakan, serta mengembangkan keterbukaan dan
kebertanggungjawaban.
5.
Deregulasi
dan regulasi.
Deregulasi
dimaksudkan untuk menggerakkan kegiatan ekonomi, sedangkan regulasi
dimaksaudkan untuk melindungi dan memberi kesempatan bagi pihak yang lemah dan
tertinggal untuk tumbuh.
Hambatan
Terhadap Pembaharuan
Wallis (1989) menunjukkan
berbagai kesulitan dalam upaya pembaharuan administrasi, antara lain disebabkan:
§ Kurangnya
kesadaran atau pengetahuan mengenai betapa buruknya kinerja administrasi atau
bagaimana perbaikan harus dilakukan,
§ Perubahan
yang diperlukan untuk perbaikan mendapat mendapat tantangan dari birokrat yang
sudah mapan dan ingin mempertahankan kemapanannnya,
§ Saran,
rencana tau program penyempurnaan administrasi acap kali terlalu umum, kabur
dan tidak jelas, serta sulit diterapkan secara konkrit,
§ Terkait
denga hal itu, mereka yang seharusnya bertanggung jawab atas perubahan tidak
terlalu memahami apa yang sedang terjadi atau apa yang harus dilakukan,
§ Kegagalan
sebelumnya menyebabkan keputusasaan atau sikap acuh tak acuh, karena menggangap
apa pun yang diusahakan tidak akan berhasil.
Catatan
Penutup
Perkembangan ilmu administrasi sangat dipengaruhi oleh
lingkungan yang berubah secara cepat. Perubahan
internal dan eksternal yang berlangsung didalam dan diluar sistem administrasi
ini, akan mempengaruhi aspirasi, tuntutan, kemampuan, dan persepsi masyarakat
maupun kualifikasi aparatur pemerintahan.
Dengan adanya perkembangan dan perubahan ini, maka perlu
adanya cara dan gaya pemerintahan (the
ways of governing) yang dinamis dan tidak statis. Selain itu, administrasi
negara akan dituntut untuk secara tepat berperan dalam suasana dimana manusia
makin meningkat pendidikannya, makin terspesialisasi kebutuhannya, makin keras
tuntutannya pada kualitas dan bukan pada ketersediaan, serta makin menuntut
untuk berpartisipasi dalam proses yang menentukan nasibnya, dalam suasana pasar
yang makin terbuka dan sistem informasi yang makin canggih dan cepat.
Dalam kaitan ini, bagi bangsa Indonesia ada dua pilihan
atau alternatif kebijakan, yakni 1) perbaikan birokrasi berlangsung secara
evolutif dan tidak bisa dipaksakan, atau 2) mempercepat proses perbaikan
administrasi. Untuk Indonesia, sebaiknya dipilih alternatif kedua dengan
alasan-alasan sebagai berikut:
§ Ekonomi Indonesia saat ini ada pada ambang untuk
meningkat dari ekonomi berpendapatan rendah menjadi ekonomi berpendapatan
menengah.
§ Terjadinya transformasi dari masyarakat tradisional ke
masyarakat modern.
§ Masyarakat Indonesia telah teremansipasi dan terlepas
dari perangkap keterbelakangan.
§ Globalisasi
akan meningkatkan kadar keterbukaan informasi.
§ Liberalisasi
perdagangan dan integrasi pandangan dunia akan membuka peluang baru dan
memberikan harapan baru untuk membangun kehidupan yang lebih baik.
Tulisan Seri Administrasi Pembangunan (1 –
4) ini adalah saduran atan ringkasan dari buku karangan Prof. Dr. Ginandjar
Kartasasmita, berjudul “Administrasi
Pembangunan: Perkembangan Pemikiran dan Praktiknya di Indonesia”, LP3ES, Jakarta , Cetakan Pertama,
April 1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar