Jumat, 31 Desember 2010

Replikasi & Eskalasi Inovasi Pemerintahan Daerah di Era Otonomi


Tujuan utama otonomi daerah adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat (public welfare) yang lebih tinggi serta memberikan pelayanan yang lebih baik (public service delivery). Tujuan ini tidak mungkin dapat terwujud seketika, karena memang tidak ada hubungan langsung otonomi (desentralisasi politik) dengan kesejahteraan dan pelayanan masyarakat. Otonomi hanya dapat menjelma dan berevolusi secara tepat menjadi kesejahteraan dan pelayanan masyarakat yang baik jika proses berjalannya otonomi juga dapat berlangsung dengan baik. Dengan kata lain, otonomi mengandung dalam dirinya variabel-variabel antara (intervening variables) yang merupakan prakondisi untuk mewujudkan tujuan hakiki otonomi tersebut.

Salah satu proses terpenting yang harus dilakukan untuk mewujudkan kesejahteraan dan pelayanan publik yang lebih baik tadi adalah konvensi untuk menciptakan kreativitas dan inovasi penyelenggaraan pemerintahan daerah secara berkesinambungan. Kreativitas disini diharapkan muncul dari 3 (tiga) faktor utama yang terkandung dalam kebijakan otonomi, yakni: fleksibilitas, responsibilitas, dan akuntabilitas. Selanjutnya, inovasi dan kreativitas yang ditopang oleh etika politik (etika birokrasi) yang baik, diharapkan akan melahirkan kinerja pemerintah daerah yang terbaik.

Pengertian inovasi sendiri sering disederhanakan sebagai teknologi baru. Pengertian ini didasarkan pada berbagai kajian yang menyatakan bahwa sebagian besar inovasi memang lahir di bidang teknologi. Namun menurut Purwanto (2000: 4) pada dasarnya suatu inovasi sulit dipisahkan dari adanya unsur-unsur pengetahuan baru (new knowledge), cara-cara baru (new practices), barang/objek baru (new product), teknologi baru (new technology), serta penemuan baru (new invention).

Fakta empiris di berbagai wilayah menunjukkan bahwa inovasi dan kreativitas kepemimpinan daerah sudah cukup bagus. Hal ini ditunjukkan oleh kemampuan mereka membuat gebrakan (breakthrough) yang berujung pada diterimanya penghargaan pada berbagai bidang pembangunan. Berbagai inovasi tadi dapat ditemukan di daerah-daerah lain baik pada level propinsi maupun kabupaten/kota, baik di dalam maupun diluar wilayah Kalimantan Timur.

Di wilayah Kalimantan Timur, beberapa kisah sukses pengembangan paradigma baru administrasi pemerintahan ini antara lain terjadi di Kota Bontang yang mentransformasikan comparative advantage berupa komoditas pisang menjadi competitive advantage berupa pengembangan sentra industri mebelair berbasis bahan baku pelepah pisang. Sedangkan di Penajam Paser Utara, dikembangkan sentra industri mebelair dengan bahan dasar enceng gondok. Bontang juga telah menggagas konsep Dokter Keluarga yang menggantikan fungsi Puskesmas, sehingga Puskesmas dapat lebih berkonsentrasi pada fungsi pembinaan UKS dan Posyandu, supervisi toko obat, pemantauan penyakit menular dan tingkat kesehatan masyarakat, penyuluhan pola hidup sehat, serta fungsi-fungsi ”makro” lainnya yang lebih strategis. Pada saat bersamaan, Bontang dengan kreatif telah menggulirkan program distance learning sebagai faktor pengungkit baru dalam mendorong terwujudnya SDM yang berkualitas.

Selain itu, Kota Balikpapan telah menerapkan konsep pemukiman baru di atas air sebagai solusi terhadap keterbatasan lahan di perkotaan sekaligus untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya kayu lokal. Kota Tarakan juga tidak mau ketinggalan dengan menciptakan kebijakan-kebijakan stimulatif yang merangsang tumbuhnya investasi dan memacu PAD tanpa membebani masyarakat dan dunia usaha. Dampaknya, investasi berkembang pesat, sementara kebutuhan masyarakat dan dunia usaha terhadap pasokan energi listrik terpenuhi secara memuaskan. Disisi lain, Kabupaten Pasir mampu mereklamasikan eks tambang yang tidak lagi produktif menjadi pusat rekreasi alam yang berwawasan lingkungan. Adapun Kutai Kartanegara, telah membuktikan diri sebagai daerah yang pertama kali menyelenggarakan Pilkada Langsung di Indonesia secara damai dan sukses, disamping penerapan program pembangunan “Gerbang Dayaku” dan ZBPA (Zona Bebas Pekerja Anak) yang cukup atraktif. Selanjutnya, Kutai Timur menjadi pemegang rekor MURI terhadap kecepatan perizinan investasi, serta pelopor dalam pengembangan biodiesel tanaman jarak dan penetapan KTM (Kawasan Transmigrasi Mandiri).

Sementara itu diluar Kalimantan Timur, Jembrana cukup fenomenal dalam efisiensi birokrasi yang berujung pada pembebasan biaya pendidikan dasar 9 tahun. Kesuksesan serupa diukir oleh Kabupaten Tanah Datar. Kota Palangkaraya sendiri membuat terobosan penting di sektor pertanian dengan mengubah lahan rawa / gambut menjadi lahan pertanian yang sangat produktif, dan memiliki prospek sebagai ”lumbung padi” baru. Sejalan dengan yang terjadi di Palangkaraya, Kota Pontianak juga berhasil membudidayakan Aloe Vera di lahan Gambut.

Untuk lebih mempercepat proses replikasi inovasi tersebut, sharing pengalaman sebagai pengganti studi banding antar daerah, sangat layak untuk ditradisikan untuk mendorong tumbuhnya spreading effect (efek getol tular) dan menjadi benchmark bagi daerah-daerah lain untuk menghasilkan inovasi-inovasi baru pada bidang-bidang yang menjadi keunggulan komparatif daerah yang bersangkutan.


Samarinda, 3 April 2007

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Selalu memikat dan penuh geliat memahat. Pemikiran yang mengagumkan. Ruarrr biasa!

Tri Widodo W Utomo mengatakan...

halah, mas haris ki mesti ngono lho ... wong iku mung tulisan ecek2 kok, gur ngebak2i blog, hehe ... thanks anyway for your comment and support so far!