Bagi saya, kegiatan ini memiliki korelasi yang sangat erat dengan esensi Diklatpim II. Sesuai namanya, Diklatpim adalah ajang penggemblengan jiwa kepemimpinan, disamping mengasah kemampuan intelektual. Dalam konsep kepemimpinan, pemimpin yang baik adalah mereka yang tidak hanya berpikir untuk kebaikan dirinya (egocentric) namun juga untuk kemajuan bersama dan kepentingan kolektif. Untuk bisa berbuat maksimal bagi kelompoknya, seorang pemimpin harus memiliki kepedulian terhadap lingkungan (care) serta kemauan untuk berbagi sumber daya dan pemikiran (share) dengan lingkungannya.
Pengertian “lingkungan” sendiri dapat dimaknakan dalam arti lingkungan alam dan lingkungan sosial. Oleh karena itu, kepedulian terhadap lingkungan alam mencerminkan berjalannya fungsi kepemimpinan para peserta Diklatpim II. Namun, kepedulian ini sesungguhnya masih bersifat simbolik karena terjadi pada level temporary system dan baru mengarah pada kepedulian terhadap lingkungan alam. Tempat ujian yang sesungguhnya apakah mereka benar-benar telah memiliki kualifikasi kepemimpinan yang memiliki kepedulian adalah pada saat kembali ke organisasi masing-masing sebagai permanent system-nya. Bentuk kepeduliannya-pun tidak cukup hanya kepada lingkungan alam, namun lebih dibutuhkan kepedulian terhadap lingkungan sosialnya.
Selain kepedulian terhadap lingkungan alam, penanaman pohon juga dapat dipersepsi sebagai sebuah aktivitas simbolik dalam bentuk investasi masa kini untuk diambil manfaatnya pada masa depan. Pada situasi riil di permanent system nantinya, bentuk investasi yang lebih dibutuhkan adalah menanam kepercayaan (trust) kepada stakeholder dan masyarakat yang dilayani, menanam kompetensi dan komitmen (competence and commitment) untuk tumbuhnya teamwork yang professional, menanam hubungan yang harmonis baik secara internal maupun eksternal (connection), serta menanam kebaikan dan kemanfaatan untuk semua pihak.
Singkatnya, dari peristiwa hari ini saya mendapat sebuah inspirasi tentang ciri tambahan seorang pemimpin, yakni mereka yang peduli dengan lingkungannya dan gemar menanam hal-hal yang bersifat baik.
Akan tetapi, ada sisi lain yang masih bisa dipelajari dari peristiwa tersebut. Seperti saya katakana diawal tulisan, kegiatan ini disponsori oleh teman dari Kementerian Kehutanan. Dari penyediaan 350 pohon, 2 unit biospor, puluhan cangkul, serta topi dan kaos bertuliskan “Ayo Menanam” untuk 120 peserta dan puluhan lagi untuk penyelenggara dan widyaiswara, semuanya gratis. Disinilah kesan teamwork menjadi sedikit berkurang sementara one man show agak sulit dihindari. Akan lebih anggung tentunya, jika seluruh beban yang ada di-share kepada seluruh peserta, karena memang kegiatan ini adalah kegiatan kolektif. Bahwa seorang pemimpin mempunyai kemampuan finansial atau intelektual diatas rata-rata orang lain, adalah sebuah kewajaran dan keuntungan tersendiri. Bahwa seorang pemimpin memiliki visi dan arah tujuan yang harus diikuti oleh pengikutnya, adalah juga sebuah kebenaran. Namun bukan berarti sebuah beban harus ditanggung sendirian oleh pemimpin atau seseorang tertentu. Dalam hubungan internal organisasi, pemerataan peran dan tanggungjawab lebih utama dibanding keunggulan individual. Sebab, kelangsungan hidup organisasi tidak tergantung dan tidak dapat ditimpakan kepada orang per orang, namun harus dibangun adanya sense of belonging dan sense of responsibility yang proporsional.
Kampus Pejompongan Jakarta
Selasa,
19 Juli 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar