Pembahasan mengenai strategi dalam
sebuah organisasi berkisar sekitar dasar-dasar pembentukan strategi. Atau dengan kata lain, ingin
diketahui pola umum perkembangan strategi didalam suatu organisasi, dan
keterlibatan pihak manajerial pada formulasi dan pembentukan strategi. Strategi
sendiri bagi suatu organisasi / perusahaan sangat penting, terlebih lagi
melalui proses perumusan secara analitis dan dengan sengaja.
Dengan perumusan strategi secara analitis dan dengan sengaja,
akan memberikan keberhasilan pencapaian tujuan organisasi.
Munculnya Strategi
Pandangan umum mengatakan bahwa
strategi dikembangkan dan diterapkan dengan cara linear, dan bahwa strategi
yang diinginkan oleh organisasi akan diterapkan secara keseluruhan untuk
menjadi kenyataan sebagai strategi yang aktual. Akan tetapi tidak setiap
strategi yang diinginkan selalu menjadi kenyataan. Hal ini disebabkan oleh
adanya pergeseran keadaan lingkungan yang tidak diharapkan, sehingga
masalah-masalah dalam penerapan yang tidak terlihat sebelumnya, sering muncul
dan membatasi efisiensi formulasi dari strategi yang telah direncanakan.
Meskipun demikian, tidak berarti
bahwa organisasi tersebut menjadi tidak memiliki strategi sama sekali. Dalam
kaitan ini, strategi yang dikejar organisasi tidak perlu didukung oleh
organisasi atau tokoh-tokoh seniornya, tetapi harus ditempatkan pada konteks
“tujuan yang dikejar oleh organisasi”. Dengan demikian strategi itu dapat
berkembang secara berkesinambungan, mudah menyesuaikan diri dan sekaligus
meningkatkan diri.
Dalam keadaan organisasi dan
lingkungan yang stabil, tidak diperlukan perubahan strategi secara
besar-besaran. Namun pada saat sebuah organisasi dan lingkungannya makin tidak
serasi, perubahan strategi dalam skala kecil mungkin sudah tidak akan mampu
memulihkan keadaan, sehingga yang dibutuhkan adalah perubahan strategi secara
global atau menggabungkan strategi secara simultan.
Alternatif Pengambilan Keputusan
Strategis
Seorang manajer perlu mengetahui
berbagai alternatif atau cara-cara yang memungkinkan strategi dapat berkembang
dalam organisasi. Dengan kata lain, manajer perlu memahami profil pengambilan
keputusan organisasi – khususnya dalam proses formulasi strategi.
Perencanaan strategi merupakan tradisional tentang
bagaimana keputusan mengenai strategi dibuat dalam organisasi. Perspektif itu
menandakan bahwa formulasi strategi merupakan proses yang rasional, logis,
menyangkut pendekatan organisasi dan lingkungannya, serta melalui penerapan
teknik-teknik berlandaskan analisis dan sistematis sehingga dapat diambil
keputusan yang “tepat”.
Pendekatan inkrementalisme
logika dikemukakan pertama kali oleh Lindbloom, yang mengatakan
bahwa dalam mengatur strategi logis, mekanisme perencanaan yang berurutan
adalah tidak sesuai dengan kenyataan. Artinya, dihadapkan pada kerumitan
organisasi dan lingkungannya, para manajer tidak dapat memberikan pertimbangan
pada semua pilihan yag mungkin dipilih dalam kaitannya dengan peluang masa
depan dan membandingkannya dengan sasaran-sasaran yang telah diletakkan. Hal
ini terjadi dalam konteks organisasi dimana terdapat pandangan, nilai-nilai dan
dasar-dasar kekuatan yang tampaknya bertetangan. Pandangan ini sesuai juga
dengan pandangan Quinn yang menyimpulkan bahwa proses manajemen dapat
dijelaskan sebagai inkrementalisme logika. Artinya, manajer memiliki
pandangan tentang keinginan mereka terhadap organisasi pada masa mendatang,
tetapi berupaya untuk bergerak maju ke posisi tersebut secara evolusi.
Formulasi strategi dapat juga
diterangkan dalam istilah perspektif politik. Maksudnya adalah
bahwa organisasi adalah wujud politik sehingga kelompok-kelompok kepentingan
baik internal maupun eksternal organisasi berusaha mempengaruhi input dalam
pengambilan keputusan. Kelompok kepentingan ini masing-masing mempunyai urusan
atau perhatian yang berbeda-beda yang mungkin bertentangan satu sama lain.
Perbedaan ini harus diselesaikan melalui tawar menawar, negosiasi atau melalui
perintah atau maklumat.
Sementara itu dari perspektif
budaya, perumusan strategi organisasi dipandang sebagai tanggapan secara
terencana terhadap lingkungannya. Namun, organisasi-organisasi yang dihadapkan
pada lingkungan yang sama belum tentu menanggapinya secara berbeda. Dalam
hubungan ini, budaya organisasi diartikan sebagai “tingkat lebih dalam tentang asumsi
dan kepercayaan dasar yang dimiliki oleh setiap anggota organisasi yang
berjalan tanpa sadar dan menentukan ragam dasar dari perilaku anggota
organisasi tersebut”.
Seperti pada pandangan-pandangan
yang lain mengenai formulasi strategi, gambaran bentuk organisasi dimasa depan
dapat diidentifikasikan berdasarkan khayalan. Dengan kata lain, arah
umum organisasi dikendalikan oleh khayalan masa depan yang terutama berkaitan
dengan direktur utama (chief executive officer). Bagaimanapun, strategi
dan khayalan ini mendorong pengertian tentang organisasi dan lingkungan bisnis
yang lebih masuk akal dari pada hanya berdasarkan intuisi belaka.
Adapun formulasi pengambilan
keputusan strategi organisasi berdasarkan seleksi alam didasari oleh
faktor-faktor lingkungan luar yang mengusik organisasi. Kendala-kendala dari
luar inilah yang memaksakan kegiatan menentukan strategi, dan dengan ketat
membatasi peran yang dimainkan anggota organisasi di dalam penentuan alternatif
strategi tersebut. Singkatnya, keberhasilan sebuah organisasi merupakan
keserasian antara strategi, struktur dan lingkungan, yang dihasilkan melalui
suatu proses yang lebih mirip dengan seleksi secara alami dari pada pemilihan
berdasarkan penalaran dan pamrih.
Implikasi Manajerial
Uraian diatas menggambarkan bahwa
setiap sudut pandang dapat menjelaskan beberapa aspek proses pengambilan
keputusan strategi. Bagian yang paling rumit pada keputusan-keputusan ini
menyebabkan tidak semua pandangan secara memadai dapat menangkap kerumitan
proses yang berlaku dalam setiap organisasi, dalam setiap keadaan, dan pada
setiap titik waktunya.
Dengan demikian, dalam merumuskan
dan atau memformulasikan suatu alternatif dan keputusan strategi, seorang
manajer perlu memperhatikan pola-pola yang umum, tetapi dalam situasi atau
kondisi tertentu (contingency) harus diputuskan alternatif atau putusan
yang terbaik yang sesuai dengan kondisi tersebut, serta diyakini mampu membawa
organisasinya kepada pencapaian tujuan secara optimal.
Situasi-Situasi Pertikaian
Masalah-masalah nyata yang
dihadapi suatu organisasi akan dapat muncul jika bagian-bagian yang berbeda
dari organisasi memiliki pengaruh-pengaruh yang berbeda dalam pengembangan
strategi. Dengan demikian, pada satu organisasi mungkin terdapat kesepakatan
dalam proses formulasi strateginya, sementara pada organisasi yang lain tidak
terjadi. Dalam situasi pertikaian inilah proses atau input kelompok tertentu
menjadi tidak efektif, serta memunculkan rintangan yang cukup potensial.
Beberapa contoh kasus pertikaian yang sering dihadapi oleh suatu organisasi
antara lain: pertikaian / ketidaksepakatan antara pusat perusahaan dengan unit
kegiatan yang dikendalikannya; ketidaksepakatan antara tokoh-tokoh pribadi
dengan suatu kedudukan senior dalam organisasi; dan sebagainya.
Terlepas dari berbagai
ketidaksepakatan atau pertikaian organisasional, tujuan akhir organisasi harus
diletakkan sebagai kepentingan yang paling prioritas. Oleh karena itu,
alternatif strategi kebijaksanaan organisasi selain ditujukan untuk
mengeliminasi adanya pertikaian, juga harus – dan ini yang terpenting – mampu
menuntut organisasi dan segenap anggotanya kepada pencapaian tujuan.
Manajemen Informasi dan Strategi
Organisasi
Dalam sepuluh tahun terakhir ini,
penemuan dan kemajuan teknologi informasi berkembang sedemikian dramatis,
sehingga kebutuhan organisasi untuk memiliki manajer yang menguasai teknologi
ini menjadi semakin penting. Hal ini menjadi tuntutan mutlak bagi para manajer,
kalangan profesional dan para pegawai tata usaha, untuk memungkinkan mereka
melaksanakan tugas-tugas yang berbasis informasi secara lebih produktif serta
dapat memanfaatkan sumber-sumber informasi organisasi dengan cara-cara baru.
Disamping itu, aplikasi teknologi informasi yang canggih bagi suatu organisasi
juga dimaksudkan untuk mengantisipasi lingkungan organisasi yang berubah cepat
dan meningkatkan kemampuan kompetitif organisasi tersebut. Untuk kepentingan
ini, maka suatu investasi untuk membangun sistem informasi yang canggih
merupakan salah satu strategi organisasi yang sangat tepat.
Pandangan Tradisional Tentang
Sistem Informasi
Penggunaan sistem dan teknologi
informasi berevolusi untuk dua alasan sebagai berikut:
·
Seperangkat sistem informasi yang ada dalam organisasi
merupakan produk masa lampau, sehingga kemajuan organisasi sangat ditentukan
oleh mutu, keragaman dan luas jangkauan dasar informasi serta sistem dan
teknologi informasinya.
·
Perilaku manajemen terhadap investasi di dalam sistem dan
teknologi informasi juga dipengaruhi oleh masa lampau.
Kedua faktor ini akan mempengaruhi
kemampuan organisasi menangani investasi sistem informasi, dimana perkembangan
manajemen informasi sampai tahun 1980-an dapat diikuti melalui tiga era:
1.
Sebelum
tahun 1960. Pada era ini, semua informasi
ditangani secara manual atau dengan peralatan elektromekanik. Informasi sedikit
sekali dipahami sebagai sumber daya bisnis, dan informasi dilekatkan pada
hampir semua proses bisnis.
2.
Tahun 1960
– 1970. Pada era ini konsep pengembangan
data processing berkembang dengan datangnya komputer yang besar yang
kemampuannya secara perlahan berkembang sampai dapat menyajikan pengolahan
otomatis transaksi bisnis dengan cara batch dan on line.
Investasi dibidang ini dipertimbangkan melalui penggeseran biaya yang penting,
terutama penghematan tenaga manusia. Oleh karena itu, hanya cara pengolahan
yang bervolume besar, berulang-ulang dan tersusun secara sistematis, dapat
dipertimbangkan untuk diotomatisasikan.
3.
Setelah
tahun 1970-an. Keperluan manajemen untuk
memperoleh manfaat lebih banyak dari sistem dan teknologi informasi pada masa
ini semakin meningkat. Untuk ini, mulai dikembangkan perangkat lunak database.
Peran Strategis Sistem Informasi
Dibandingkan dengan pandangan tradisional, dalam hal
ini terdapat perbedaan dengan peran strategi sistem informasi, khususnya dalam
aspek-aspek sebagai berikut: pengaruh eksternal investasi; derajat perubahan
bisnis yang terkait; serta kebutuhan yang menyebabkan perubahan peran tugas dan
struktur organisasi. Dalam kaitan ini, sistem informasi hendaknya diterapkan
untuk memperbaiki kegiatan bisnis, bukan untuk menyesuaikan struktur organisasi
tempat kegiatan itu dilakukan. Atau dengan kata lain, organisasi hendaknya
dirancang di sekitar sumber daya informasi, dan pada saat yang bersamaan proses
bisnis dirancang kembali di sekitar arus informasi yang berhubungan dengan
proses bisnis tersebut.
Sistem dan Teknologi Informasi Sebagai Penyebab
Perubahan Bisnis
Sementara kekuatan komputer memungkinkan tugas-tugas
yang didasari informasi dijalankan lebih produktif, perkembangan teknologi
komunikasi yang lebih modern memungkinkan terjadinya proses bisnis ulang (business
re-engineering). Dalam kaitan ini, Venkatraman mengemukakan model
tingkat lima yang dapat menghasilkan keuntungan dari investasi dalam bidang
sistem atau teknologi informasi.
Masing-masing tingkatan ini berhubungan dengan
permasalahannya masing-masing, sebagai berikut:
1.
Pengusahaan
Terbatas. Ini merupakan tingkatan yang
paling rendah, dimana organisasi hanya memerlukan perubahan yang sedikit namun
dengan hasil keuntungan yang rendah pula.
2.
Integrasi
Internal. Tahapan ini meliputi beberapa
reorganisasi internal dan penciptaan peran tugas baru dan hubungan untuk
mendapatkan manfaat sistem yang memadukan kegiatan bisnis. Perubahan yang dilakukan masih
berada dalam kemampuan organisasi yang bersangkutan.
3.
Perancangan Ulang Proses Bisnis. Meliputi pelurusan kembali
kegiatan bisnis untuk memperbaiki hubungan dengan para pelanggan dan pemasok,
sehingga dapat memperbaiki kinerja bisnis secara menyeluruh.
4.
Perancangan Ulang Hubungan Bisnis. Meliputi pertimbangan ulang
tentang bagaimana informasi dibagi dan digunakan oleh organisasi dan mitra
bisnisnya.
5.
Penentuan Ulang Ruang Lingkup Bisnis. Meliputi pelaksanaan berdasarkan
tingkat pada titik satu sampai titik tiga, dimana organisasi mendasarkan
kegiatannya pada perhitungan yang sehat untuk berkembang sebagai bagian dari
proses ulang bisnis.
Penerapan-Penerapan Penunjang
Ini merupakan tempat dimana sistem / teknologi
informasi digunakan memperbaiki kinerja dan atau produktivitas bisnis, atau
menghasilkan keuntungan-keuntungan ekonomi dan efisiensi yang tinggi. Penerapan penunjang ini meliputi
tiga penerapan fungsi sistem informasi, yakni sebagai berikut:
1.
Penerapan untuk kegiatan pokok. Dalam hal
ini, sistem / teknologi informasi ditanamkan dalam kegiatan inti bisnis agar
tidak terjadi kegagalan sistem yang mengakibatkan kerugian bisnis.
2.
Penerapan strategis. Hal ini
memungkinkan organisasi mencapai sasaran masa depannya atau memperoleh
keunggulan dalam bersaing dengan organisasi lainnya.
3.
Penerapan yang sangat potensial. Ini
dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai pemikiran baru yang akan membimbing
organisasi kearah yang diinginkan. Dengan kata lain, kegiatan research and development lebih
diperkuat.
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa investasi di bidang sistem / teknologi informasi
sangat perlu dilaksanakan seiring dengan terjadinya perubahan bisnis dan
lingkungan organisasi. Untuk itu, perlu pula diadakan kegiatan untuk
mengidentifikasi jenis-jenis investasi yang berbeda. Namun intinya, investasi
sistem informasi merupakan bagian mutlak dari kehidupan organisasi di era
global saat ini.
Analisis Proses Manajemen Strategis Dalam Suatu
Organisasi
Sebuah organisasi, secara operasional didukung oleh input (masukan)
yang merupakan sumber daya bagi organisasi yang bersangkutan. Sumber daya
tersebut menurut Terry terdiri dari 6 M, yaitu: Man, Money, Material,
Method, Machine dan Market. Akan tetapi sesungguhnya, masih terdapat sumber daya
lainnya yang dapat mempengaruhi kinerja organisasi, yakni sistem informasi
(baik yang mengenai software maupun hardware), kekuatan-kekuatan
sosial ekonomi dan psikologi, kepuasan dan perilaku dari masing-masing anggota
organisasi dan sebagainya.
Keseluruhan
input atau sumber daya ini dibutuhkan sebagai “pelumas” bagi “mesin
organisasi”. Atau dengan kata lain, input-input ini akan memberfungsikan
dimensi-dimensi kegiatan organisasional, baik yang menyangkut kegiatan
produksi, pemasaran, keuangan, maupun kepegawaian. Keempat dimensi kegiatan
organisasi ini pada dasarnya merupakan “bauran manajemen” (management mix),
dimana masing-masing dari dimensi kegiatan ini juga memiliki dimensi-dimensi
kegiatan yang lebih mikro. Fungsi marketing misalnya, didalamnya terdapat
fungsi-fungsi harga (price), promosi, produk, publikasi dan kekuatan
politik yang semuanya tadi membentuk “bauran pemasaran “.
Dengan dukungan
dari berbagai input yang ada, pelaksanaan seluruh dimensi aktivitas organisasi
tersebut dijiwai oleh “pernyataan misi” (mission statement), sehingga
tiap-tiap fungsi atau dimensi aktivitas tadi akan mengemban atau menjalankan
fungsi yang berbeda-beda dalam rangka mencapai tujuan yang berbeda pula.
Meskipun demikian, antar fungsi atau dimensi tersebut tidak boleh berjalan
sendiri-sendiri, tetapi memiliki saling keterkaitan yang erat.
Dalam kaitan
seperti inilah, maka pihak manajemen dalam suatu organisasi harus dapat
memahami posisi strategis dari organisasinya ditengah-tengah persaingan antar
organisasi yang begitu ketat. Dengan kata lain, manajemen harus mampu
merumuskan startegi berkompetisi (competitive strategy) melalui
identifikasi berbagai faktor internal dan eksternal.
Faktor internal
yang perlu diperhatikan disini adalah strategi perusahaan dan nilai-nilai
individu dari manusia pendukung organisasi tersebut. Sedangkan faktor eksternal
terdiri dari peluang dan tantangan dari bermacam-macam sumber daya serta
harapan-harapan sosial / masyarakat terhadap jasa atau jenis kegiatan yang
dihasilkan oleh organisasi tersebut.
Atas dasar
analisis terhadap faktor internal dan eksternal ini kemudian dirumuskan
struktur organisasi, bukan saja dalam pengertian kelembagaan, namun juga
menyangkut sistem perencanaan, sistem pengawasan, sistem komunikasi dan
informasi, serta sistem motivasi. Dengan menciptakan struktur manajemen itu,
diharapkan akan tercipta situasi yang kondusif, baik dalam hal pencapaian
tujuan organisasi maupun pencapaian kebutuhan dan kepuasan individu. Disini
terlihat bahwa dalam kehidupan organissional, terdapat dua dimensi kepentingan,
yakni kepentingan individu dan kelompok di satu sisi, dan kepentingan
organisasi di sisi lain. Kedua kepentingan ini harus berjalan secara seimbang,
sehingga secara bersama-sama akan mewujudkan sinergi dalam pelaksanaan
strategi-strategi operasional, khususnya dalam implementasi rencana strategis (strategic
plan).
Dilihat dari pendekatan kesisteman, maka perumusan strategi
berkompetisi dan penyususnan struktur organisasi sebagaimaan diuraikan diatas,
merupakan proses dalam aktivitas manajerial organisasi. Sedangkan impelmenatsi
dan pemutusan rencana strategi merupakan outputnya. Dengan demikian, suatu
rencana startegis harus selalu lahir dari analisis manajemen yang menggunakan
pendekatan kesisteman dan pendekatan multi deskriptif. Tanpa melakukan kedua
pendekatan ini, suatu organisasi tidak akan dapat melakukan berchmarking,
sehingga pada gilirannya juga tidak mampu menciptakan daya saing yang kuat.
Implementasi dan eksekusi rencana strategik pada dasarnya merupakan
suatu wilayah irisan dari tiga aspek strategis lainnya, yaitu sumber daya,
lingkungan dan sistem nilai. Wilayah irisan ini akan semakin ideal jika semakin
besar. Ini berarti bahwa rencana kerja organisasi yang disusun benar-benar
telah memperhitungkan secara analitis berbagi aspek yang memang diperlukan,
sehingga dapat diyakini bahwa rencana tersebut akan lebih aplicable,
feasible serta profitable bagi organisasi. Meskipun demikian perlu
diingat bahwa wilayah irisan tersebut tidak bisa menyatu menjadi satu
lingkaran. Hal ini disebabkan karena ketiga aspek strategis yang ada memiliki
kandungan yang sebagian bersifat mandiri dan tidak mungkin disatukan dengan
aspek lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar