Inti
dari gagasan mengenai pemerintahan kompetitif ini adalah bahwa pemerintah
hendaknya mendorong adanya iklim kompetisi di dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Keuntungan dari adanya iklim kompetisi didalam organisasi
pemerintah adalah: munculnya efisiensi yang lebih besar sehingga mendatangkan
keuntungan yang lebih besar; memaksa monopoli pemerintah atau swasta untuk
menanggapi segala kebutuhan pelanggannya dengan memperbaiki sistem pelayanannya;
mendorong adanya inovasi untuk memperbaiki kualitas pelayanan; serta
membangkitkan rasa harga diri dan semangat juang pegawai.
Adapun uraian selengkapnya mengenai pemerintahan
kompetitif ini dapat diringkaskan sebagai berikut.
Pada awalnya didahului oleh adanya gejala yang ditemui pada tahun 1978,
dimana masyarakat pada saat sedang ramai-ramainya melakukan penentangan pajak.
Phoenix memutuskan untuk mengontrakkan pengumpulan sampah kepada sektor swasta,
dan pada saat itu Phoenik telah menyelenggarakan kompetisi tidak hanya dalam
pengumpulan sampah tapi juga dalam operasi pengurungan tanah, jasa
pemeliharaan, pengelolaan tempat parkir, pengelolaan kursus golf, penyapuan
jalan, perbaikan jalan, konsensi makanan dan minuman, percetakan dan keamanan.
Antara tahun 1981 dan 1984 kota itu bergerak dari 53 kontrak swasta utama
menjadi 179. Sebagian diantaranya terbukti lebih bagus dibanding pesaing
negerinya, sebagian lagi tidak.kota itu akhirnya memutuskan bahwa pelayanan
mobil ambulan, penyapuan jalan, dan pemeliharaan tanaman jalan jalur hijau
lebih baik ditangani oleh pegawai negeri. Tetapi secara keseluruhan auditor
kota memperkirakan dapat menghemat 20 juta dolar selama dasawarsa pertama, dan
jumlah ini adalah selisih antara penawaran-penawaran yang diterima kota itu dan
penawaran terendah berikutnya. Karena kompetisi memaksa seluruh tingkat
penawaran turun, maka kompetisi hanyalah sebagian dari cara penghematan yang
sesunggunhnya.
Era kompetisi dan semangat kompetisi akan selalu
memberikan dorongan bagi seseorang untuk menerapkan pemikiran bahwa “dimana ada
persaingan, pasti akan memperoleh hasil yang lebih baik, sehingga pada
gilirannya akan menumbuhkan kesadaran terhadap adanya biaya yang lebih besar,
dan pemberian pelayanan yang lebih unggul”.
Kelompok progresif menganut sistem pemberian pelayanan
oleh birokrasi pemerintahan, biasanya mereka menganut monopoli. Dan sistem
kompetisi dalam suatu pemerintahan hanya dianggap sebagai “pemborosan dan
pengulangan kerja itu-itu saja”. Kami beranggapan bahwa setiap pemukiman
seharusnya mempunyai satu sekolah, tiap kota mempunyai satu angkatan
kepolisian, tiap wilayah punya satu organisasi yang menjalankan bis-bisnya dan
mengoperasikannya, Namun kami tahu bahwa monopoli dalam sektor swasta akan
melindungi inefisiensi dan menghambat perubahan. Salah satu paradok yang kekal
dari idiologi amerika bahwa kami begitu gencar menyerang setiap monopoli swasta
tetapi begitu hangatnya memeluk monopoli negara.
Pemerintah yang menerapkan prinsip kompetitif terhadap
organisasi dan sumber daya manusia pendukungnya, akan memperoleh keuntungan
paling nyata yakni efisiensi organisasi yang lebih besar, sehingga akan
mendatangkan lebih banyak uang atau keuntungan ekonomis. Logika-logika yang menjelaskan
mengapa semangat kompetisi akan meningkatkan efisiensi organisasi serta
memperbesar profit, dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.
Kompetisi memaksa
monopoli pemerintah atau swasta untuk merespon segala kebutuhan pelanggannya.
Secara empiris dapat diberikan contoh bahwa pelayanan pos
di AS dengan 760.000 karyawan merupakan monopoli sipil yang terbesar. Semua
pihak dalam struktur pemerintah maupun masyarakat luas mengetahui bahwa
pelayanan pos tidaklah efisien: jika biaya pengiriman kelas satu yang selalu
naik tidak cukup sebagai bukti, maka pertimbangkanlah kenyataan pelayanan pos
menghabiskan lebih dari 80% anggarannya untuk karyawan, sementara United Parcel
Service (UPS) menghabiskan kurang dari 60%. Pelayanan pos juga tidak responsif.
Dalam hal ini kompetisi telah memaksa perbaikan drastis dalam beberapa
bidang, seperti pos kilat. Tetapi dengan monopoli pelayanan pos secara penuh
pada antaran pos kelas satu dan kelas tiga, kebiasaan lama sukar dihilangkan.
Jadi sebaiknya monopoli pemerintah yang didorong sepenuhnya kedalam kompetisi
mempunyai sedikit pilihan selain menyengakan pelanggannya.
2.
Kompetisi menghargai
inovasi; monopoli melumpuhkannya.
Kompetisi dalam pemberian pelayanan akan mendukung
“kelangsungan hidup hal yang bermanfaat,” sebagaimana pernah dinyatakan oleh
dua orang sosialis inggris bahwa kompetisi merupakan suatu bentuk seleksi alam.
“Eksperimentasi alam yang tak putus-putus pada mutasi memungkinkan berbagai
spesies berevolusi, beradaptasi, dan mempertahankan hidup meskipun terjadi perubahan
lingkungan yang drastis”. Praktek pemerintahan yang normal mendorong adanya
seleksi alam. Kami menemukan kelangsungan hidup yang telah berurat berakar atau
yang secara politis kuat, dan ternyata lebih baik ketimbang “kelangsungan hidup
hal yang bermanfaat”. Setiap keputusan mengenai pelayanan dibuat berdasarkan
pada apa yang dilakukan tahun sebelumnya, organisasi pelayanan mana yang
mempunyai pengaruh politik, siapa yang memberi kontribusi pada kampanye dan
tempat serikat-serikat pekerja berada. Mereka yang memberikan pelayanan buruh
dengan harga tinggi pelan-pelan tersingkir, sementara mereka yang memberikan
pelayanan yang bermutu dengan harga wajar tumbuh semakin besar, dalam hal ini
seleksi alam hampir dengan sendirinya akan berhasil.
3.
Kompetisi membangkitkan
rasa harga diri dan semangat juang pegawai negeri.
Sebagaian besar orang berasumsi bahwa pegawai negeri akan
menderita bila harus bersaing. Mereka pasti kehilangan tingkat keamanan, dan
karena alasan inilah maka serikat pekajanya sering menentang setiap ancaman
terhadap status monopoli mereka. Untuk memperkecil perasaan sakit hati maka
adanya suatu kebijakan tanpa pemecatan sangat penting. Pemerintah
dapat dengan mudah menjamin ada pekerjaan bagi karyawannya, tanpa menjamin
pekerjaan yang sekarang mereka pegang.
Dalam merealisasikan prinsip kompetisi ini, pemerintah
hendaknya tidak menghadapkan dirinya kepada pihak swasta saja, melainkan juga
pada kalangan internalnya. Disamping itu pemerintah perlu pula menciptakan
suasana yang kondusif untuk tumbuhnya persaingan antar sektor swasta.
Dengan demikian, kompetisi sesungguhnya terdiri dari tiga
jenis, yaitu kompetisi antara publik dengan publik, publik dengan privat, serta
privat dengan privat.
1.
Kompetisi
publik melawan swasta
Sebagian
orang yakin bahwa pemerintah tidak bisa bersaing dengan bisnis tetapi seperti
kita lihat di Phoenix ,
pemerintah tidak hanya bersaing tapi juga bisa menang. Seperti sistem kesehatan
mental orang dewasa di Arizona, mengadu secara langsung berbagai rumah sakit
dan lembaga publik dengan memberi pelayanan yang berorientasi laba maupun
nirlaba untuk mendapatkan kontrak. Begitupun dalam hal pelatihan kerja,
persaingan antara lembaga-lembaga publik dengan berbagai perusahaan swasta
relatif sudah menjadi hal biasa.
2.
Kompetisi
swasta melawan swasta
Sejauh
ini pendekatan yang paling umum pemerintah meminta perusahaan swasta untuk
bersaing menghasilkan suatu pelayanan umum. Load shedding (pelimpahan
beban) mungkin merupakan metode paling sederhana. Hanya dengan cara melanggar
ketentuan umum, pemerintah mengalihkan pelayanan swasta. Seperti pengumpulan
sampah, misalnya dengan menetapkan peraturan, pemerintah dapat membentuk
struktur pasar sehingga memenuhi kebutuhan masyarakat. Tetapi karena
lembaga-lembaga negeri menyerahkan pengawasan langsung kepada produksen
pelayanan swasta, load shedding mengurangi kemampuan pemerintah untuk
menjaga agar perusahaan tetap bertanggung jawab. Procurement
(upaya mendapatkan) merupakan cara umum lain yang digunakan pemerintah untuk
mendorong perusahaan swasta bersaing. Biasanya lembaga-lembaga negeri harus
menjamin penawaran yang kompetitif untuk setiap kontrak procurement. Contoh
pemerintah menghabiskan ratusan milyar dolar setiap tahun dengan cara ini untuk
perawatan kesehatan, pembagunan jalan raya dan pemeliharaan gedung. Contracting
(pengontrakkan) adalah metode umum lain untuk menyuntikkan persaingan kedalam
pelayanan umum. Pengontrakan merupakan salah satu metode paling sulit yang
dapat dipilih oleh organisasi pemerintahan, karena pekerjaan menulis dan
memonitor kontrak banyak sekali membutuhkan keterampilan. Banyak pemerintahan berlaku seolah-olah pekerjaan tuntas begitu mereka
menandatangani kontrak. Akibatnya, banyak sekali kontraktor swasta yang gagal
memenuhi janji dan lebih buruk lagi melakukan kecurangan.
3.
Kompetisi
Publik melawan Publik
Pengontrakkan
memang cukup sukar sehingga pemerintah kadang lebih suka mengejar hasil yang
sama dengan cara mendorong konpetisi antar organisasi sendiri. Sebagaimana
dinyatakan sebelumnya, organisasi-organisai publik dalam lingkungan kompetisi
sering menunjukan kinerja yang sama baiknya dengan organisasi swasta. Beberapa tempat sekarang memanfaatkan kompetisi antar sekolah negeri dengan
suatu pokok bahasan yang akan kita ulang nanti. Phoenix secara konstan
membandingkan biaya, efisiensi, dan efektifitas dari banyak pelayanan kota
dengan pelayanan yang diberikan oleh kota-kota lain.
Permasalahan yang mendesak kemudian adalah, bagaimanakah
cara atau strategi menciptakan iklim dan semangat persaingan untuk pPelayanan
dalam lingkup internal pemerintah?
Untuk memberikan jawaban yang memuaskan atau pertanyaan
tersebut, perlu dipahami bahwa sebagian besar banyak lembaga pemerintah tidak
melayani masyarakat, mereka melayani lembaga pemerintah lainnya. Mereka mencangkup
kantor percetakan, akunting dan pembelian, pelayanan telekomunikasi dan
pengolahan data, armada kendaraan, kerja reparasi dsb, biasanya gagasan harus
bersaing tidak pernah terlintas dibenak mereka.
Dalam hubungan itu, disini akan dikemukakan contoh-contoh
sebagai studi kasus. Bagi kebanyakan orang, kompetisi antar perusahaan
pengumpulan sampah adalah wajar-wajar saja. Dan mengapa orang lebih suka
monopoli? Kompetisi dalam pembangunan jalan, perawatan kesehatan, bahkan
terminal umum, kelihatannya memang hanya penalaran belaka. Dan kompetisi ini
mendorong departemen tempat para birokrat pemerintahan untuk bersaing
mempertahankan hidup merupakan suatu gagasan yang menyegarkan!
Sekarang kita alihkan ke masalah pendidikan yang memang
keadaannya lebih baik. Kebanyakan orang belajar di sekolah negeri, dan
mempunyai citra terhadap sekolah negeri yang terpatri dalam jiwa, tak pernah
terpikir oleh kita sekolah-sekolah negeri bisa berbeda. Kita beranggapan bahwa
sekolah sinonim dengan gedung, dan anak-anak diserahkan ke gedung-gedung itu.
Siswa tidak memilih orang tua murid, dalam hal ini sekolah negeri pun jelas
merupakan sebuah monopoli.
Dalam kaitan ini, masalah yang seringkali muncul adalah
masalah yang berkenaan dengan Isu Keadilan. Artinya, Mungkin keberatan paling
besar terhadap kompetisi antar sekolah didasarkan pada perhatian terhadap
keadilan. Suatu pasar persaingan murni-sistem voucher yang berlaku tak
terbatas, misalnya - pasti akan mendatangkan hasil yang tidak adil, karena
orang-orang kaya akan menambahkan uang pada voucher mereka dan memberikan
pendidikan terbaik yang sanggup mereka beli. Sebagian besar lainnya tidak akan
mampu berbuat demikian, dan pasar pendidikan akan terpilah-pilah menurut
kelompok penghasilan.
Kami merasa ini suatu kesalahan. Keberadaan sekolah
negeri kami selain untuk memberikan pendidikan, juga untuk menyatukan anak-anak
dari seluruh lapisan masyarakat. Pemcampuran berbagai ras dan kelas sosial
sangat penting dalam sebuah negara demokrasi; kalau tidak, kita takkan mampu memahami
dan bersimpati terhadap mereka yang berbeda dari kita. Kalau itu terjadi, maka
kejadiaannya tidaklah lama sebelum masyarakat kehilangan kemampuan untuk
memperdulikan mereka yang membutuhkan bantuan.
Sistem pemilihan sekolah negeri pun harus disusun secara
sesama guna menjamin keadilan. Para orang tua membutuhkan informasi yang dapat
dipercaya mengenai mutu setiap sekolah dan harus dilakukan berbagai upaya
tertentu agar informasi tersebut sampai kepada orang tua yang kurang terdidik
dan berpenghasilan rendah. Para siswa membutuhkan trasportasi gratis. Integrasi
harus dipertahankan supaya upaya yang telah dilakukan oleh banyak distrik
dengan cara menetapkan batas bawah jumlah siswa minoritas di tiap-tiap sekolah.
Sebagian penentang sistem pemilihan sekolah negeri
mengkhawatirkan siswa-siswa dari golongan penghasilan rendah, yang orang tuanya
mungkin kurang mengerti tentang pemilihan atau peduli dengan pendidikan yang
bermutu, akan tertinggal di sekolah-sekolah dipusat kota yang kemudian menyusut
dan gagal karena siswa-siswa yang baik pergi. Tentu saja beginilah persisnya
yang terjadi dibawah sistem lama, mereka yang punya dana pergi ke
sekolah-sekolah swasta atau ke daerah pinggiran kota, sementara yang tidak
punya akan tetap terperangkap. Kompetisi tersebut akan memaksakan
sekolah-sekolah yang gagal untuk melakukan perbaikan atau memaksa distrik
bersangkutan untuk mengubah manajemennya.
Dari tinjauan teoretis tentang kompetisi sebagaimana
dikemukakan diatas, maka dimensi strategis dan dimensi praktis yang paling
penting adalah bagaimana seorang manager atau suatu organisasi dapat memanajemeni
kompetisi. Dalam hubungan ini, kompetisi harus disusun dan dimanajemeni
secara cermat, jika ingin berhasil. Seperti dalam pendidikan, maka pasar-pasar
yang tidak diatur akan menimbulkan ketidakadilan. Organisasi yang menjual jasa,
baik itu pelatihan kerja, transportasi cenderung “mengambil bisnis yang paling
menguntungkan yang menginginkan pelatihan yang paling sedikit, yang
rute-rutenya dapat dilalui.
Beginilah yang terjadi dalam pemeliharaan kesehatan
sekarang ini. Rumah-rumah sakit komersial menolak pasien yang tidak mempunyai
asuransi, dengan mengirim mereka ke rumah-rumah sakit umum yang penuh sesak.
Konsekuensi ini dikenal dengan pembuangan pasien. Dari hasil studi selama enam
bulan terhadap sebuah rumah sakit umum di Dallas mengungkapkan, sebanyak 77
persen pasien pindahan dari rumah-rumah sakit lain tidak punya asuransi. Dengan
kata lain rumah sakit swasta secara rutin menolak pasien tanpa asuransi, dengan
cara mengiriman mereka kerumah sakit negeri yang mampu menampungnya.
Bentuk ketidakadilan lain dapat mengancam mereka yang
bekerja untuk pemberi pelayanan yang kompetitif. Hasil beberapa studi
menunjukkan bahwa upah yang dibayar oleh pemerintah dan kontraktor swasta
rata-rata cukup sebanding. Tetapi sebagian studi memberi kesan bahwa para
kontraktor memberikan tunjangan yang lebih sedikit, seperti asuransi kesehatan.
Pemerinteh-pemerinteh juga cenderung lebih agresif ketimbang kontraktor swasta
dalam memperkerjakan dan mempromosikan kaum minoritas dan wanita.
Kompetisi yang disusun secara cermat dapat memberikan
hasil yang lebih adil ketimbang pemberian pelayanan oleh suatu monopoli
pemerintah. Contohnya para kontraktor dapat diwajibkan memberikan upah dan tunjangan
sebanding dan mengusahakan tindakan yang mendukung. Hal ini sangat penting
sekali jika kita tidak ingim nilai - nilai yang kita anut lewat pemerintah
hilang saat pemerintah menggunakan kontrak-kontrak yang kompetitif.
Jika tidak disusun secara seksama, pasar yang kelihatan
kompetitif dapat juga mengalah pada kekuatan monopolistik baik dalam sistem
kontrak (contracting) maupun pemerolehan (procurement). Jika
suatu perusahaan menginginkan sektor pemerintah, maka ia hanya cukup menyetujui
untuk menunda segala upaya mempengaruhi kebijakkan pemerintah dalam bidang yang
berkaitan. Konflik kepentingan merupakan hal yang nyata.
Ini tidak berarti bahwa monopoli pemerintah tidak
mengakibatkan kesalahan yang sama. Misalnya, beberapa contoh seperti: para kepala
kantor pos mengirimkan banyak sekali surat pos bea dalam upaya melobi kongres
untuk mendapat suatu kenaikan tingkat di tahun 1990. Para kepala sekolah di
chicago menuntut agar program pembaharuan yang menghilangkan jaminan kerja
seumur hidup mereka dihapuskan. Pilihan yang ada tidak sekejam dalam sebuah
pasar kompetitif: bersaing atau mati. Dalam era kompetisi yang cukup kejam
inilah, maka sektor pemerintah justru diharapkan makin dapat meningkatkan
kemampuan dan kualitas profesionalnya sehingga dapat belajar bersaing dan tidak
tergilas oleh kemajuan organisasi diluar dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar