Artinya
adalah bahwa Pemerintah desentralisasi melimpahkan wewenang kepada
organisasi-organisasi yang lebih kecil serta kepada kelompok-kelompok masyarakat,
dengan mendorong mereka yang berurusan langsung dengan pelanggan untuk lebih
banyak membuat keputusan. Perlunya desentralisasi pemerintahan adalah untuk
memudahkan pengembangan partisipasi masyarakat, serta untuk merciptakan suasana
kerja tim
Dalam
abad informasi menurut Alvin Toffler dalam bukunya Anticipatory
Democracy, “tekanan untuk mempercepat pengambilan keputusan mengalahkan
kerumitan yang semakin meningkat dan ketidakakraban dengan lingkungan keputusan
yang harus diambil”. Hasilnya akan menghancurkan beban berat keputusan
pendeknya goncangan masa depan. Dalam kaitan ini, Tofler menguraikan dua respon
yang memungkin yaitu:
·
Salah
satu cara adalah berusaha untuk lebih memperkuat pusat pemerintahan, yang
menambah semakin banyak politikus, birokrat, pakar dan komputer dalam keputusan
untuk berlari lebih cepat dari ekselerasi kompleksitas.
·
Dengan
mulai mengurangi lebih banyak orang yang memungkinkan lebih banyak keputusan
dibuat ‘kebawah’ atau pada ‘pinggiran’ ketimbang mengkonsentrasikannya pada
pusat yang terkena setres dan tidak berfungsi dengan baik.
1.
Lembaga yang
terdesentrasilasasi jauh lebih fleksibel dari pada yang tersentralisasi; lembaga
tersebut dapat memberi respon dengan cepat terhadap lingkungan dan kebutuhan
pelanggan yang berubah. Doug Ross
mantan Direktur Departemen Perdagangan Michigan, memberikan ilustrasi yang
sempurna. “Satu-satunya jalan agar bisa mempertahankan bisnis kita dalam pasar
yang berubah dengan cepat adalah dengan mendesentralisasikan wewenang”.
2.
Lembaga terdesentralisasi jauh lebih efektip daripada yang
tersentralisasi. Ronald Contino,
yang menggunakan manajemen pertisipasi untuk mengubah Biro Perlengkapan Motor
(Bureau of Motor Equipment/BME) didepartemen sanitasi New York City,
mengutarakan dengan baik bahwa “berdasarkan pengalaman, saya memandang karyawan
BME sebagai sumber daya yang paling bernilai”.
3.
Lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih inovatif daripada yang
tersentralisasi. Para pakar politik di Harvard’s Kennedy School of
Goverment menemukan hal ini ketika bekerja Ford Foundation’s Innovation
Award’s. Kejutan terbesar dari mereka adalah penemuan inovasi biasanya tidak
terjadi karena sesorang yang berada pada pucuk pimpinan mempunyai cetak biru
yang baik
4.
Lembaga yang terdesentralisasi menghasilkan semangat kerja yang lebih
tinggi, lebih banyak komitmen dan lebih besar produktivitas. Apabila manajer memberikan kepercayaan kepada karyawan untuk mengambil
keputusan penting, itu pertanda mereka menghargai keryawannya. Ini penting
sekali dalam organisasi yang para pekerjanya berpengetahuan. Jika kita ingin
menarik keterampilan dan komitmen dari spesialis pengembangan, guru dan pejabat
perlindungan lingkungan, kita tidak dapat memperlakukan seperti pekerja
industri pada suatu lini perakitan. Pekerja dari semua jenis industri telah
belajar hal untuk mengefektfkan pemanfaatan pekerja yang berpengatuhaan, mereka
harus memberi otoritas untuk mengambil keputusan.
Harlan Cleveland, mantan Dekan Institut Humphrey pada Universitas Minnesota, menuliskan
sebuah buku menarik tentang pengelolaan dalam sebuah ekonomi pengetahuan yang
berjudul “The Knowledge Executive” yang mengatakan bahwa ”Kepemimpinan
yang informed adalah berbeda: tindakan yang perlu terutama hanya
dilakukan dengan persuasi, mengarah pada konsultasi mengenai apa yang harus
mereka lakukan untuk mengambil keputusan kerja. Otoritas, dengan kata lain,
semakin “didelegasikan ke atas”. Struktur komando yang tidak bersifat kolegial
menjadi basis yang lebih alami bagi organisasi. ‘Komando dan kendali melainkan
perundingan dan networking’ yang menjadi mode wajib agar sesuatu
terlaksana”. Cleveland menyebut ini dengan “masa senja Hierarki”.
Sementara sebagian
besar pemerintah masih memegang erat kekuasaannya, pesan mereka kepada pera
pekerja tidak berubah: Ikuti perintah. Jangan gunakan kepala Anda, jangan
berpikir untuk diri sendiri. jangan melakukan aksi kebebasan. Pesan ini sangat
destruktif. Selama beberapa dekade pesan ini menakut-nakuti pegawai negeri,
membiarkan mereka patuh, pasif, dan dingin. Dalam organisasi hierarki
tradisional, mereka mungkin mengeluh, tetapi mereka hampir tidak dapat
mengambil alih kendali ke tangan mereka sendiri.
Kelambanan ini menjadi
sangat mahal harganya. “melihat pemborosan itu, sebagian orang menghendaki
pengendalian yang lebih tersentralisasi”, kata Gifford Pinchot III. “Tetapi
pembororsan itu diciptakan oleh pengendalian yang tidak memadai. Pemborosan
itu diciptakan dengan membuang perasaan dan fakta mengenai pengendalian dari
satu-satunya orang yang cukup dekat dengan permasalahan untuk melakukan sesuatu
terhadap hal itu”.
Untuk mengembalikan
pengendalian kepada mereka yang turun kebawah, para pemimpin entrepreneurial
mengikuti berbagai strategi. Manajemen patisipatif, untuk mendesentralisasikan
pengambilan keputusan; mereka mendorong tenaga kerja, untuk mengatasi hambatan
kaku yang memisahkan orang dalam lembaga-lembaga hirarkis; mereka menciptakan
“juara-juara” kelembagaan, untuk melindungi mereka yang ada dalam organisasi
yang menggunakan otoritas baru mereka untuk melakukan inovasi; dan mereka
melakukan investasi pada karyawan mereka, untuk menjamin bahwa mereka mempunyai
keterampilan dan semangat untuk melakukan yang terbaik dari otoritas baru
mereka. Para pemimpin entrepreneurial juga mendesentralisasikan wewenang diantara
berbagai organisasi pemerintah mendorong keputusan ke bawah dari Washington
ke negara bagian dan dari pemerintah negara bagian ke pemerintah daerah.
Organisasi yang
mendesentralisasikan wewenang harus menyatakan misi pertanggungjawaban terhadap
input memberi jalan untuk pertanggungjawaban output dan kultur yang otoriter
akan memberikan jalan untuk kultur “loosetight” yang digambarkan oleh Peters
dan Waterman dalam In Search of Excellence, di mana nilai-nilai serta
misi yang dibagikan mengambil tempat kaidah dan peraturan sebagai perekat yang
menjaga pegawai tetap bergerak dalam arah yang sama.
Menteri Pertahanan Robert
McNamara, yang masuk pentagon dari pemimpin Ford Motor Company pada era
industri, adalah seorang pendukung sentralisasi. Terpesona oleh gagasana
mengenai efisiensi melalui perencanaan sistem dan kontrol tersentralisasi anak
muda jeniusnya mencampuradukan analisis untung rugi dengan peraturan-peraturan
baru lebih cepat ketimbang yang bisa diikuti oleh komandan-komandan lapangan.
Wewenang tertarik ke atas, dan mereka yang ada di lapangan merasa kehabisan
kemampuannya untuk mengambil keputusan.
Creech telah bekerja di Kantor Komentarial Pertahanan sejak pertengahan tahun
1960-an dan ia telah melihat keinginan besar McNamara terhadap sentralisasi dan
standarisasi. Ia melihat masalah tersebut sebagai masalah terbesar TAC. Creech
memutuskan penyembuhannya adalah dengan desentralisasi redikal. Ia
mendesentralisasikan operasi suplay, sehingga komponen/suku cadang langsung
tersedia pada jalur penerbangan. Dan ia membiarkan para komandan skuadron
merencanakan sendiri jadwal latihan serangan mendadak.
Creech memberi
perhatian yang berlebihan pada orang-orang bagian reparasi dan persediaan,
meningkatkan tempat tinggal semetara mereka, melakukan investasi pada pelatihan
mereka dan mengorbankan waktunya sendiri untuk memberikan briefing kepada
mereka. Ia memerintahkan agar setiap bangunan dalam komando TAC diberi lapisan
cat segar, dan ia melakukan investasi pada karpet, perabotan baru, serta
barak-barak baru dengan teori “bahwa jika
perlengkapan kelihatan usang, akan mempengaruhi kebanggaan Anda dalam organisasi
dan preasi kerja Anda .... Anda punya suatu iklim profesionalisme, atau salah
satu perusakan dan kerusakan”. Sering kali mereka menempatkan data
statistik pada papan besar di bagian luar kesatuan tersebut, bagi persaingan
untuk dilihat. TAC mulai memberi trofi dan penyelenggaraan jamuan makan hadiah
tahunan untuk memberi penghargaan kepada skuadron-skuadron terbaik. “Kami secara aktif menekankan kompetisi,”
papar Creech. “Kami membuat
sasaran dan standar baru, tetapi pada saat yang sama kami memberi kesatuan itu kontrol atas langkah dan jadwalnya
sendiri untuk memenuhi sasaran akhir tahun”.
“Hal itu tidak lama
sebelum suatu persaudaraan yang kuat tumbuh di antara pilot dan kepala-kepala
kru”, demikian menurut Inc”. “Dan cukup cepat satu skuadron bekerja
lembur untuk memukul dua skuadron lainnya dalam sebuah sayap, pada segala
sesuatu dari kinerja pilot sampai kualitas pemeliharaan”. Hasilnya berbicara
pada mereka sendiri:
·
Ketika
Creech meninggalkan TAC, 85 % pesawatnya dinilai masih mampu, naik dari 58 %
ketika ia datang; ia telah membawaTAC dari yang terburuk menjadi yang terbaik
dari semua komando AU.
·
Jet-jet
tempur rata-rata mempunyai 29 jam dalam sebulan, naik dari 17 jam.
·
TAC
mampu melancarkan dua kali jumlah serangan mendadak dari saat Creech datang.
·
Waktu
berlalu antara pemesanan sebuah komponen dengan pengirimannya turun dari 90
menit menjadi 11 menit.
·
Tingkat
tabrakan telah turun dari satu untuk setiap 13.000 jam terbang menjadi satu
untuk setiap 50.000 jam terbang.
·
Dan tingklat
pendaftaran kembali untuk mekanik jangak I telah menjadi hampir dua kalinya.
(TAC menyelesaikan
ini semua tanpa tambahan uang, tanpa tambahan orang dan seorang tenaga kerja
dengan lebih sedikit pengalaman daripada tenaga kerja yang ada disitu selama
masa penurunan. Apa kunci utamanya? Wewenang
turun ke tingkat paling bawah!).
Menciptakan pemimpin dan asistennya pada semua tingkat
yang berbeda. Tanpa jaringan seperti ini dibawah Anda menjadi pemimpin hanya
dalam nama. Sesunguhnya tidak sukar untuk menjalankan sebuah organisasi besar.
Anda hanya harus berfikir sedikit tentang bagaimana memncapai sasaran Anda.
Mendesentralisasikan Organisasi Publik melalui Manajemen Partisipatif
Dalam masa enam tahunnya di TAC, Creech sebenarnya
melipat gandakan produktifitas TAC. Ia melakukannya dengan begitu mudah dengan
mengenali hakikat manusia: orang bekerja dan menginvestasikan lebih banyak
kreatifitas ketika mereka mengendalikan pekerjaan mereka sendiri. Bisnis
manufaktur yang menganut manajemen partisipasif mengatakan, pendekatan ini
biasanya meningkatkan produktifitas mereka 30 % sampai 40 %. Kadang-kadang
peningkatan itu jauh lebih tinggi. “Komitmen
ekstra dari orang yang swa-motovasi tidak hanya membuat perbedaan produktivitas
10 atau 20 persen. Seseorang yang sepenuhnya terikat pada pekerjaan yang
dipilihnya dapat menyelesaikan pekerjaan beberapa bulan untuk suatu tugas yang
mungkin tidak selesaii dalam beberapa tahun”, kata Pinchot.
Ia membentuk sebuah kelompok Riset dan pengembangan yang
seluruhnya terdiri dari otomekanik, yang telah mengimplementasikan paling tidak
50 perbaikan desain dan memberi lisensi beberapa untuk perusahaan-perusahaan
swasta, dengan memperoleh royalti untuk kota. Sebuah tim kerja bahkan
mengembangkan gerbong baro untuk buangan, sebuah kendaraan besar yang digunakan
untuk mengangkut sampah dari dermaga ketempat penumpukan sampah. Menyebutnya
“Our Baby”.
Medison, Wisconsin, menganut manajemen pertisipasif
sebagai bagian dari upaya TQM-nya. (Salah satu prinsip dasar dari Deming adalah
keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan). Tim dari Medison pertama
yang berkualitas, dalam Divisi Perlengkapan Motor, menghemat 700.000 dolar
setahun dengan menciptakan program pemeliharaan proteksi dan mengurangi
rata-rata waktu tidak produktif kendaraan dari 9 menjadi 3 hari.
Medison bahkan telah menunjukkan bagaimana
departemen-departemen kepolisian dapat memanfaatkan manajemen pertisipatif.
Mereka mewawancarai semua departemen untuk mengetahui kepedulian mereka,
kemudian memasukan mereka kedalam struktur manajemen dari distrik baru. Ini
merupakan langkah yang revolusioner: Para karyawan memilih sendiri kapten
dan letnan mereka. Mereka mengembangkan sendiri staf dan jadwal mereka. Mereka
merancang dan membangun gedung distrik mereka sendiri.
Lima alasan utama mereka memilih bekerja dalam distrik
itu adalah: gaya manajemen yang lebih mendukung; strutur yang tidak kaku; input
yang lebih besar untuk mengambil keputusan; lebih banyak otonomi; serta adanya
suasana kelompok dalam proses bekerja. Secara tersirat, uraian diatas
mengandung beberapa pemikiran mengenai bagaimana merangsang tumbuhnya manajemen
yang partisipatif. Adapun beberapa strategi yang disarankan oleh Osborne
dan Gaebler dalam konteks ini adalah:
·
Kerja Sama Buruh-Manajemen.
Banyak
manajemen publik percaya bahwa serikat pekerja adalah hambatan terbesar yang
menghadang di jalan pemerintahan wirausaha. Tetapi kebanyakan manajer yang
entrprenerial mengatakan kepada kita bahwa serikat kerja bukanlah hambatan
utama. Persoalan sebenarnya, yang mereka yakini, adalah kualitas manajemen.
“Masalah Buruh-Manajemen hanyalah suatu gejala manajemen yang buruk”, kata John
Cleveland yang menjalankan Michigan Medernization Service”.
“Persoalan dalam semua organisasi adalah kualitas manajer puncak. Dan secara
tradisional, dalam lingkungan politik, orang puncak yang diangkat tidak
mempunyai pengalaman manajemen. Mereka tidak tinggal lama, dan mereka tidak
banyak menaruh perhatian pada manajemen.
Anggota
Komite Buruh dibebaskan diri tugas-tugas mereka lainnya. Mereka bekerja purna
waktu untuk memperbaiki organisasi; mengunjungi tempa-tempat kerja untuk
menanyai anggota-anggota mereka bagaimana pekerjaan mereka dapat diperbaiki /
ditingkatkan, yang membawa kembali saran-saran formal, dan melakukan pertemuan
mingguan dengan Contino dan para manajer puncaknya. Dalam waktu satu setengah
tahun gagasan mereka menghemat hampir 2 juta dolar. Ketika para pekerja
menyadari wakil mereka mempunyai kekuasaan murni, mereka mulai maju dengan
lebih banyak saran. Setelah memperoleh kepercayaan mereka. Contino kemudian
membentuk komite Buruh-Manajemen di seluruh organisasi. Mereka membantu
mengembangkan inisiatif “profit center” dan “kontrak-ke dalam” yang diuraikan
dalam bab 3 yang menghemat berjuta-juta dolar lagi.
Banyak
serikat pekerja yang siap untuk menjalin kemitraan semacam ini. AFSCME sekarang
melakukan negosiasi dengan komite buruh-manajemen dalam banyak kontraknya. Di
Rochester dan Dade Country, Federasi Guru Amerika merupakan mitra penuh dalam
menyebarkan upaya-upaya reformasi pendidikan. Dan di Medison, serikat-serikat
pekerja merupakan sekutu penting dalam proses Manajemen Mutu Terpadu.
·
Kebijakan Tanpa Pemecatan.
Barangkali
cara terbaik untuk mengamankan kerja sama serikat pekerja adalah mengambil
kebijakan tanpa pemecatan. Seperti kebanyakan pemerintah kehilangan 10%
karyawan mereka setiap tahun, sehingga pengurangan sering menciptakan ruang
bagi flaksibilitas. Pemerintah tidak harus menjamin orang terhadap pekerjaan
yang mereka punyai, tetapi mereka bisa menjamin sebuah pekerjaan, dengan
bayaran yang sebanding.
Tak
seorang pun ingin melakukan inovasi sendiri diluar pekerjaan. Tetapi ketika
pekerja mengetahui mereka mempunyai jaminan keamanan pekerjaan, sikap mereka
terhadap inovasi berubah secara dramatis.
·
Memendekkan Hierarki Organisasi
Penolakan
paling serius terhadap tim kerja dan manajemen pertisipatif seringkali muncul
dari para manajer madya, bukan serikat pekerja. Jika para pekerja mengambil
keputusan dan memecahkan masalah, manajer madya menjadi berlabihan. Terlalu
sering mereka menghadang pelaksanaan aksi, karena insting mereka adalah
melakukan intervensi. Seperti inyatakan Peters
dan Waterman, manajemen madya bertindak sebagai spons; menghentikan
gagasan pada jalan ke bawah dan menghentikan pada jalan ke atas.
Dengan sistem yang telah serba komputer sekarang ini,
para manajer juga mempunyai begitu banyak informasi di ujung jari mereka
sehingga mereka dapat mengawasi jauh lebih banyak orang ketimbang sebelumnya.
Rentang kendali mereka lebih luas. Jika organisasi-organisasi menjaga semua
lapisan manajemen mereka dan semua manajer madya terus memaikan peran
tradisional mereka, kendali yang berlebihan dengan cepat akan timbul. Oleh
karena itu organisasi-organisasi partisipatif mendapati bahwa mereka harus
menghilangkan lapisan dan memendekan hirarki mereka.
Disamping itu, untuk lebih berhasil menginjeksikan
prinsip organisasi yang terdesentralisasi, maka perlu diciptakan suatu organisasi
yang partispatif atau organisasi yang berbasis pada tim kerja. Ketika
organisasi menyodorkan wewenang ketangan karyawan, mereka dengan cepat
menemukan bahwa untuk menangani masalah atau keputusan utama, para karyawan itu
perlu bekerja sama dalam tim.
Peters dan Waterman menggambarkan perilaku yang identik dalam perusahaan
wirausaha. Kelompok-kelompok kecil, secara sederhana, adalah
bangunan dasar organisasi dari perusahaan yang unggul, tulis mereka:
Bagian-bagian yang berorienyasi tindakan datang dengan banyak label juara,
tim, tenaga kerja, pusat proyek, pekerjaan kotor, dan gugus mutu tetapi mereka
mempunyai hal yang sama. Mereka tak pernah datang pada bagan organisasi formal
dan jarang dalam direktori telepon perusahaan besar. Namun mereka adalah bagian
yang paling jelas dari adbokrasi yang menjaga perusahaan tetap lancar.
Hampir 25 tahun lalu, dalam The Age Of Discontinuity,
Peter F. Ducker menjalankan mengapa karyawan yang berpengatahuan
membutuhkan organisasi tim kerja:
Karyawan berpengatahuan masih membutuhkan atasan... Tetapi pekerjaan dengan
pengetahuan itu sendiri tidak mengenal adanya hierarki, karena tidak ada
pengetahuan yang “lebih tinggi” dan “lebih rendah”. Pengetahuan adalah relevan
atau tidak relevan dengan tugas yang diberikan. Tugas memutuskan, bukan nama,
umur, atau anggaran dari disiplin, ataupun tingkatan dari individu yang
menjalankannya ... Oleh karena itu pengetahuan harus diorganisasi sebagai suatu
tim dimana tugas memutuskan siapa yang bertanggung jawab, kapan, untuk apa, dan
untuk berapa lama.
Dalam tahun 1972, ahli psikologi sosial Roger Harrison
menjelaskan mengapa organisasi wirausaha sangat mengandalkan pada tim. Harrison
membagi organisasi tersebut kedalam empat tipe dasar, yaitu:
1.
Organisasi dengan
orientasi pada kekuasaan termasuk banyak bisnis tradisional, bersifat otokratis
dan hirarkis.
2.
Organisasi
dengan orientasi pada peran, seperti birokrasi-birokrasi pemerintahan
tradisional, yang ditata secara hati-hati dengan peraturan, prosedur dan
hirarki.
3.
Organisasi
dengan orientasi pada tugas, seperti bisnis-bisnis yang berorientasi teknologi,
bersifat sangat cair dan berorientasi pada hasil.
4.
Dan
organisasi dengan orientasi pada orang, seperti kelompok-kelompok sosial,
keberadaannya hanya untuk melayani kebutuhan anggotanya.
Manajemen
Parsipatif bervariasi dalam kedalaman dan kualitasnya. Sebagian manajer hanya
menginginkan masukan yang lebih banyak dari karyawan, tetapi tidak ingin
membagi kekuasaan. Sebagian lainnya memandang karyawannya sebagai mitra murni
yang membagi tanggung jawab atas segala aspek produktivitas organisasi dan mutu
kehidupan kerja. Semakin jauh organisasi bergerak sepanjang jalur, ini
semakin besar hasilnya. Hampir tak terbatas jumlah perangkat yang dapat mereka
manfaatkan sepanjang cara ini:
1.
Gugus Mutu adalah tim-tim sukarela dan temporer yang menggunakan
metode Deming untuk memperbaiki proses kerja. Mereka memilih sebuah masalah
atau proses untuk memperbaiki, kemudian mengukur hasilnya, menganalisis data,
menunjukan sebab-sebab yang melandasi, merancang dan mengimplementasikan
solusi, memeriksa hasilnya, memperbaiki (memperhalus) solusi, dan mencoba lagi.
Dalam bahasa TQM, mereka “merencanakan, elaksanakan,
memeriksa, dan beraksi”.
2.
Komite Buruh-Manajemen memberi
para manajer dan perwakilan karyawan suatu forum tetap dimana untuk membahas
kepentingan mereka. Departemen Pekerjaan Umum Phoenix, misalnya, mengguakan
gugus mutu untuk menyerang masalah-masalah speifik, tetapi juga mempunyai
komite buruh-manajemen untuk menjaga jalur komunikasi permanen tetap terbuka
untuk isu-isu yang lebih luas.
3.
Program Pengembangam
Karyawan membantu para karyawan mengembangkan bakat dan kemampuan
mereka melalui pelatihan, lokakarya, atau yang lainnya. Organisasi yang memberi
kesempatan semacam ini dam menindaklanjuti dengan melakukan promisi dari dalam
akan mendatangkan loyalitas dan komitmen yang besar.
4.
Survei Sikap memberi
lebih banyak informasi karyawan ketimbang teknik-teknik lainnya kepada para
pemimpin.
5.
Evaluasi Karyawan
Terhadap Manajer, meskipun belum digunakan secar meluas, merupakan perangkat
yang kuat. Para supervisor di Departemen
Kepolisian Medison mengembangkan suatu pemerikasaan Empat-jalur, yang melakukan
solisitasi umpan balik dari karyawan mereka, rekan-rekan mereka, bos-bos mereka
dan mereka sendiri.
6.
Kebijakan Invensi (Penemuan) membantu
karyawan mematenkan dengan mengembangkan produk dan proses baru yang mereka
temukan. Visalia bersedia mengalokasikan uang untuk mengamankan sebuah paten,
kemudian membantu dengan Pengembangan, Membiarkan karyawan menangani
pengembangan itu, atau membantu karyawan memberikan lisensi dari penemuan
kepada perusahaan swasta.
7.
Perlombaan Inovasi mendorong tim-tim karyawan untuk berinovasi dan
memperjuangkan usaha-usaha mereka ketika mereka berbuat. Dalam program insentif
Tim Kerja di Washington, tim-tim pekerja yang ingin melakukan perubahan dalam
penyampaian jasa/pelayanan, mengurangi biaya, atau meningkatkan penerimaan
menjadi sebuah dewan produktivitas. Ketika penyelesaian itu terbukti benar
mereka membagi 25 % perolehan uang. dalam 7 tahun pertamanya. Program
tersebut menghemat 50 juta dolar bagi negara bagian tersebut.
8.
Program Penghargaan untuk
menghargai peraih prestasi yang tinggi dalam setiap organisasi entreprenerial. Groo Award
dari National
Forest Service (Jasa Kehutanan
Nasional) adalah penghargaan paling partisipatif yang telah kami jumpai: setiap
tahun masing-masing karyawan dapat memberi seorang karyawan lain sebuah
penghargaan atas prestasi kerja yang menonjol. Penghargaan tersebut di beri
nama sesuai penemuannya, teknisi kehutanan Tyler Groo.
Organisasi-organisasi hierarki yang tersentralisasi juga
terbagi menjadi banyak lapisan dan kotak. Orang mulai mengenali Unit mereka, lahan mereka. Komunikasi
lintas unit dan antarlapisan menjadi sulit. Ini menjelaskan mengapa
organisasi-organisasi yang inovatif begitu sering menggunakan tim, demikian
menurut Rosabeth Moss Kanter.
“Perangkat utama dari penghambat inovasi dihasilkan dari
segmentasi, ‘tulis kanter dalam ‘The Change Masters’. Suatu struktur
terbagi menjadi departemen dan tingkatan, masing-masing dengan pagar yang
tinggi di sekelilingnya sehingga komunikasi di dalam dengan di luar terbatasi,
Memang dibatasi dengan cermat. Dalam organisasi yang inovatif, kata Kanter,
“Piagam Kerjanya Luas”; penugasan kerjanya ”mendua, tidak rutin, dan diarahkan
keperubahan”; “wilayah pekerjaan saling berpotongan”; dan pekerjaan mempunyai
otonomi lokal” yang cukup untuk “maju dengan kumpulan tindakan besar tanpa
menunggu persetujuan dari tingkat yang lebih tinggi”.
Medison menggambarkan argumen kanter dengan sempurna.
Ketika walikota Sensenbrenner memperkenalkan Pengendalian Mutu Terpadu, ia
dengan cepat menemukan bahwa dinding yang tinggi antar departemen adalah salah
satu penghambat terbesar dalam mutu dan inovasi.
Selain kemapuan untuk berinovasi, menyelesaikan tugas,
dan memberi respon dengan cepat terhadap lingkungan yang berubah, organisasi
dengan tim kerja juga menunjukan serangkaian kekuatan lain:
·
Tim-tim
lintas departemen membawa perspektif yang berbeda berkaitan dengan permasalahn
atau peluang, dari berbagai bagian organisasi. orang yang barada dalam
departemen yang terisolasi hanya melihat gejala setempat dari suatu masalah. Tim
tersebut dapat melihat permasalahan secara keseluruhan.
·
Anggota yang dihadapkan dengan perspektif yang berbeda milai
berpikir “dari luar kotak” departemen mereka sendiri. Ketika membawa kembali kebiasaan
itu kekantornya, mereka mendabakan cara-cara yang lebih baik untuk mencapai
sasaran.
·
Tim-tim tersebut memecahan dinding penghalang, mendorong
kerjasama lintas departemen. ”Isu tidak lagi terbatas dalam lini departemen,
dan organisasi yang tidak menyadari keadaan itu, akan melahirkan banyak
frustasi dan respon yang kurang memadai untuk waktu yang berubah”, kata George
Britton, seorang deputi manajer kota
di Pheonix.
·
Tim-tim membangun jaringan abadi di seluruh organisasi
karena setiap orang menjadi kenal dengan orang yang berpikiran sama dalam
departemen lain. Gagasan dan informasi mengalir lebih cepat, dan tindakan
menjadi lebih mudah. Untuk membuat hal-hal penting terlaksana dalam organisasi
yang besar, setiap wirausaha membutuhkan jaringan informasi dengan
rekan-rekannya.
·
Tim-tim mempertahankan karyawan pada standar yang tinggi,
yang berfungsi sebagai suatu mekanisme pengawasan mutu yang lebih dapat di
terima ketimbang evaluasi dan perintah dari atas.
Agar
berhasil, organisasi partisipatif tidak boleh hanya memberi wewenang kepada
karyawan dan tim-tim itu, tetapi juga melindungi mereka. Tidak semua manajer
menginginkan karyawannya ikut campur tangan dalam proses pengambilan keputusan
organisasi.
Rudy
Perpich,
gubernur Minnesota dari tahun 1976 -07979 dan dari tahun 1983 -1991,
menciptakan sebuah solusi menarik: suatu “juara” kelembagaan yang dirancang
untuk memberi wewenang dan melindungi wirausaha yang ada jauh di dalam
birokrasi. Solusi yang disebut Strive Toward Excellence in Performance (STEP)
cukup efektif untuk memenangkan salah satu penghargaan inovasi pertama dari
Ford Foundation. Proyek-proyek STEP harus diusulkan oleh sebuah tim, mereka
tidak dapat mensyaratkan tambahan uang apapun, dan mereka harus mewujudkan
paling tidak salah satu dari enam prinsip yaitu: orientasi pada pelanggan; manajemen partisipatif; desentralisasi wewenang;
pengukuran prestasi kerja; kemitraan baru; teknologi paling mutakir.
Administrasi
Perpich mempelajari sejumlah pelajaran berharga dari STEP, yang
dirangkum dalam sebuah buku berjudul Managing Change A Guide to Producing
Innovation From Within. Salah satunya adalah bahwa inovasi sering muncul
dari bawah. “paling tidak sepertiga manajer proyek (STEP) adalah karyawan lini,
bukan manajemen madya atau atas”. Untuk mendukung karyawan bertindak menurut
gagasan mereka, mengambil kebijakan harus mendesentralisasikan tempat
pengambilan keputusan.
Upaya
untuk meningkatkan produktivitas biasanya menggali produktivitas maupun
semangat dengan memberi wewenangkepada karyawan biasanya mempertinggi semangat
dan produktivitas. Desentralisasi dapat berjalan hanya jika para pemimpin
bersedia melakukan investasi pada karyawan mereka. Seperti dikatakan oleh
Jenderal Creech mengenai pasukannya, “Anda tak dapat memperlakukan mereka
dengan sembarangan dan menampung mereka dengan sembarangan, serta mengharapkan
pekerjaan yang berkualitas dari mereka”. Kami terus mendapati bahwa organisasi
wirausaha menggaji karyawan cukup dan bekerja untuk meningkatkan kualitas fisik
tempat kerja mereka. Lagipula mereka melakukan investasi banyak dalam
penelitian.
Tak
seorangpun menginginkan karyawan yang kurang mendapatkan pelatihan membuat
keputusan penting. Karena mereka telah memasuki ekonomi pengetahuan yang secara
global kompeitif di mana penyesuaian ketermapilan merupakan prasyarat untuk
tetap hidup/bertahan, bisnis-bisnis secara dramatis telah meningkatkan
investasi mereka dalam pelatihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar